Kamis, 26 Juli 2012

My adventurous fasting in Kuching, Sarawak.

Melakukan ibadah puasa di negeri orang mungkin salah satu dari daftar hal menarik yang saya inginkan dalam hidup. Entah itu di Eropa atau di negara lainnya di Asia, atau dimana sajalah. Bukan karena jalan- jalannya tapi justru karena keinginan untuk menguji kekuatan iman saya berpuasa ditengah perjalanan dan ditengah kerumunan orang orang yang justru tidak berpuasa. Dimana lagi hal ini patut dibayangkan selain di benua benua yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam. 


Tepatnya setahun yang lalu saat saya kembali berkunjung ke tanah Borneo. Saya sempatkan untuk memperpanjang perjalanan dengan mengunjungi kota Kuching di negara bagian Sarawak di Malaysia. Perjalanan yang saya lakukan dalam suasana berpuasa tersebut normalnya akan memakan waktu sekitar 8-10 jam dengan menggunakan bus. Hanya saja saat saya melakukan perjalanan ini, jalan lintas Kalimantan sedang mengalami perbaikan besar besaran. Kondisi jalan yang buruk menyebabkan perjalanan saya tidak nyaman. Berikut ini photo situasi saat itu, setahun yang lalu, hihi kelihatan sekali kan perbedaannya.


Meskipun saat itu saya sudah mengambil bus dengan kelas eksekutif yang seharusnya dapat membuat perjalanan saya lebih menyenangkan, namun apa boleh buat. Bus berangkat sekitar pukul 22.00 dan kemudian akan singgah di sebuah rumah makan Padang yang terletak di daerah Sanggau di Kalimantan Barat. Seingat saya saat kami sampai disana sekitar pukul 02 pagi. Saya melihat rumah makan ini sebagai salah satu dari keajaiban dunia lainnya. Bayangkan saja ditengah daerah yang tak terbayangkan sebelumnya, rumah makan Padang ini berdiri dengan gagahnya. Seolah tak hendak meluangkan peluang untuk memuaskan hasrat kuliner para pelancong. Saya pun berhasil mengabadikan photo rumah makan ini saat perjalanan kembali ke Pontianak keesokan harinya.


Jam 02 pagi nampaknya bagi saya masih terlalu awal untuk makan sahur, sehingga saya hanya memanfaatkan perhentian di rumah makan tersebut untuk mengisi form imigrasi saja seraya membungkus apa saja yang bisa saya pesan dari rumah makan Padang tersebut.


Awalnya saya ragu untuk menu yang akan saya pesan namun akhirnya rendanglah pilihan saya, keraguan saya ini disebabkan kekhwatiran akan meracuni seluruh bus dengan aroma rendang Padang yang menyengat, namun pada saat sahur tiba ternyata hampir sebagian besar penumpang di bus tersebut melakukan hal yang sama, dengan demikian sukseslah bus tersebut kami cemari dengan berbagai aroma lauk khas warung Padang. Seolah rumah makan Padang berjalan, tambuah ciek da...


Tepat pukul 9 pagi, saya tiba di Kuching, Malaysia, panasnya tak tertahankan di negara bagian Sarawak ini. Terminalnya bersih dan teratur sekali. Saat saya berada di kota ini saya tidak merasa seperti sedang berada di bumi Kalimantan. Sekali lagi seperti photo sebelumnya, saya kembali disodorkan pada kenyataan bahwa antara Kalimantan versi Indonesia dan Borneo versi Malaysia sungguh jauh berbeda. Disini segala sesuatunya modern dan terarur. 


Masih terlalu pagi bagi saya untuk check in di hotel dan ditengah terik panas matahari kota ini, pilihan saya adalah mencari aktifitas dalam ruangan yang berpendingin udara dan sejuk. Yang terbersit dalam pikiran saya saat itu adalah nonton bioskop, kebetulan saat saya berkunjung kesana bertepatan dengan pemutaran film "Cowboy VS Alien". Disini bioskop sepertinya kurang populer, bioskopnya sepi penonton, sementara aturan yang diterapkan oleh operator bioskop disini show hanya akan dimulai bila ada 6 tiket yang terbeli dan thanks god saat itu sudah 5 orang yang membeli tiket. Aniwe orang Malaysia juga suka nonton film horor loh, bahkan mereka punya tuyul juga, sayangnya tuyulnya ga serem, liat aja tuh tuyul di poster...posenya ngondek cyiiin.


Setelah selesai menyaksikan film di bioskop kemudian saya menghabiskan waktu dengan berjalan jalan disekitar sungai Sarawak. Sekali lagi sungai disini bersih sekali, tidak terlihat penduduk yang melakukan aktifitasnya di bantaran sungai seperti umumnya di Indonesia. 


dari kejauhan nampak sebuah bangunan besar yang beratapkan emas. Awalnya saya pikir bangunan ini adalah bangunan masjid, namun ternyata bangunan ini adalah sebuah gedung pusat pemerintahan di Kota Kuching. Menyusuri sungai di Sarawak ini tidak pula mahal perorangnya hanya akan dikenakan biaya 15 RM untuk menyusuri sungai sarawak ini, namun jika hanya ingin menggunakan jasa perahu untuk menyebrang ongkosnya hanya sekitar 4 RM saja.


Tiba saatnya saya harus check in, saat itu waktu telah menunjukkan pukul 3 sore. Wow kamar hotelnya gueeede banget...hehehe photo photo narsis dulu ah (ga boleh protes).


Tentu saja saya tidak akan menghabiskan waktu hanya di dalam kamar hotel yang guede banget ini saja. Setelah beristirahat sejenak dan membersihkan diri sayapun keluar kamar dan mencari informasi atas hal hal menarik apakah yang bisa saya lakukan selama di kota ini. Berdasarkan informasi yang saya terima dari resepsionis hotel, pusat keramaian di kota ini saat bulan Ramadhan terletak di pasar traditional Sathook, tanpa berpikir panjang lagi sayapun segera mengunjungi Sathook food market. Di pasar inilah berbagai macam makanan khas Melayu-Malaysia dijajakan.


Sedikit terlihat kesamaan antara menu di Indonesia dengan di Malaysia. Bedanya terletak pada pilihan nasi yang mereka sajikan. Umumnya disini mereka menyajikan nasi lemak atau nasi briyani sebagai pilihan utama. Pilihan lauknya pun sangat mirip dengan apa yang ada di Indonesia. Bahkan mereka pun menjual ayam penyet, oh my god the penyet goes global.

Setelah perut kenyang bahkan nyaris meletus akibat kalap mata, semua saya makan akhirnya saya putuskan untuk berjalan-jalan santai menyusuri kawasan sungai Sarawak. Wuiih romantis sekali pemandangannya, indah banget, pindar pindar cahaya lampu menghias gelapnya malam saat itu. Andaikan sang kekasih menemani...(toyor kepala).


Perjalanan saya di Sarawak pada bulan puasa ini mungkin juga jawaban dari doa saya yang ingin berpuasa di negeri orang, ditengah tengah masyarakat yang mayoritas tidak berpuasa, sebab itulah yang saya alami. Saya berpuasa di negeri orang dan diperjalanan saya kembali ke Kalimantan, saya bearada di dalam bus yang mayoritas penumpangnya tidak berpuasa. Bukan karena mereka bule, mereka Indonesia kok, bahkan saya yakin mereka beragama Islam, tapi entah mengapa mereka tak berpuasa. Mungkin alasan perjalanan jauhlah yang menjadikan mereka tidak menunaikan ibadah puasa hari itu. Wallahualam,  who am i to judge yang jelas maha besar Allah, yang meng-ijabah doa saya dengan cara yang paling tak terduga. So folks ..have an adventurous fasting ya....

Selasa, 24 Juli 2012

The other side of Singapore

Apa yang terbersit dalam pikiran kamu,  saat saya sebut kata Singapura? apakah Merlion? Universal Studio? atau MRT ? semuanya sih memang benar dan tidak ada yang salah, karena segala hal tersebut memang ada di negeri singa tersebut. Singapura memang negara yang sangat maju, dimana keteraturan adalah hal yang paling terlihat. Saya sendiri kagum terhadap negara ini, kagum atas betapa disiplinnya mereka. Lihat saja kehidupan keseharian mereka. walau sedikit membosankan, namun keteraturan itu paling tidak bisa menjadi refleksi dari kualitas peradaban yang lebih baik.


Singapura tidak hanya tentang Marina Bay Sand, Singapura pun terlalu indah bila hanya dilihat dari sisi modernitas pendukung hidup saja. Saya percaya kalau sebagian besar dari kita pasti sudah pernah berkunjung ke negeri Singa ini, dan saya pun yakin sebagian besar dari kita akan berdecak kagum atas segala hingar bingar dan kemajuan pembangunan disana, namun kali ini saya tidak akan bercerita tentang betapa modernnya negara bekas jajahan Inggris tersebut, laiknya dua sisi mata uang, segala kekaguman saya atas hal-hal baik yang Singapura miliki, ada sisi lain yang mengusik kemanusiaan. mungkinini hanya pendapat subyektif saya saja namun setiap kali saya menyempatkan diri berkunjung ke rumah makan cepat saji, saya terus melihat orang-orang tua yang masih bekerja sebagai pelayan atau bahkan cleaning service. Ketika saya katakan "orang tua" artinya benar benar tua, mereka kira-kira berumur 60 tahun lebih. kebanyakan dari mereka pun sudah terbungkuk-bungkuk.Benak saya pun jumping kesana kemari, mencari tahu alasan dibalik fenomena ini. Dalam benak sederhana saya kemudian timbul pertanyaan tidakkah mereka memiliki keluarga, yang seharusnya mensupport kehidupan orang-orang tua ini.


Sudah semahal ini kah biaya hidup di Singapura hingga nenek-kakek pun harus terus bekerja. Bagi saya ini semua GILA. Pemerintah seharusnya melakukan sesuatu, membatasi usia kerja misalnya, atau memberikan tunjangan hidup bagi warga senior (bukankah mereka negara kaya). Bagi saya ini benar-benar mengusik nilai-nilai kemanusiaan. Bekerja memang hak setiap manusia, namun ada yang tidak benar dengan membiarkan kaum tua seperti mereka masih bekerja sedemikian keras. Akan kalian apakan nilai-nilai kekeluargaan? akan sampai kapan kah mereka bekerja seperti itu? apakah sampai mereka menemui ajalnya? kalo iya, tega sekali kalian. Menurut seorang teman yang lama menetap di Singapura, kunci masalahnya adalah pemerintah yang terus menaikan batas usia produktif, sehingga mempengaruhi batas usia pemberian santunan pensiun. hal inilah yang menyebabkan kaum elderly tersebut harus terus membiayai keluarganya atau paling tidak dirinya sendiri sebab dana pensiun yang semula mereka harapkan tak kunjung diserahkan mengingat ketentuan pemerintah tentang batas usia produktif yang terus berubah. Faktor lainnya yang turut mendukung terjadinya fenomena ini  adalah peningkatan kaum muda potensial yang berebut pekerjaan, dan tentunya menghindari pekerjaaan pekerjaan semacam Janitor dan cleaning service, karena jenis pekerjaan ini pada umumnya tidak dibayar dengan baik.

Bila kelak Indonesia maju seperti Singapura, akan kah hal ini terjadi di negeri kita tercinta. saya sih berharap tidak. Semoga kemajuan di Indonesia tetap diimbangi dengan kelestarian nilai-nilai kekeluargaan. Betapa hambarnya  kemajuan sebuah negara tanpa diikuti senyum dan kesantunan warganya, tanpa ada kasih sayang dan hormat yang tulus yang didasari nilai-nilai kekeluargaan.



Beberapa tahun lalu di Phuket....


Bermodalkan tiket promo super murah meriah dari Air Asia, saya berhasil bercengkrama dengan keindahan pantai Phuket di Thailand. Kalo selama ini Phuket hanya jadi mimpi indah saya saja, kini saya benar benar menjalani mimpi saya yang satu ini. Phuket seolah menemukan kebangkitannya saat sebuah film garapan sineas hollywood "The Beach" berhasil mengabadikan pulau pulau kecil cantik di sekitar pantai Phuket. Film ini juga lah yang mendorong saya untuk berkunjung kesini. Phuket sebenarnya sedikit mirip dengan Bali, bibir pantainya yang tenang lah yang sedikit membedakannya dengan pulau dewata. Tentu saja ini karena pantai pantai di Phuket sesungguhnya adalah sebuah tanjung atau lagoon.





Kehidupan malam disini terasa hangat, bahkan dari jendela hotel saya pun sudah dapat terlihat geliat kesibukan dunia malam, ya maklum saja, sepertinya Thailand sudah tidak malu malu lagi mengakui bahwa gemerlap kehidupan malam merupakan bagian dari daya tarik wisata yang harus dikembangkan guna menambah devisa dari sektor pariwisata. Lihat saja photo dibawah ini. Photo ini saya ambil di Patong road...jalan utama di  Phuket yang paling terkenal dengan kehidupan malamnya.






Kalau disebagian besar wilayah Thailand mereka berbicara dalam bahasa Thai, namun tidak disini. Sebab kebanyakan dari mereka adalah keturunan melayu dari Malaysia. Ya secara geografis, Phuket memang dekat dengan Malaysia sehingga serapan serapan budaya Melayu lengkap dengan nafas kehidupan Islam pun sangat kental terasa, kondisi ini seolah membuat kontras terhadap hedonisme pariwisata di Phuket. Beruntung saat saya berkunjung, masyarakat muslim diseluruh dunia sedang merayakan Iedul Adha, termasuk di phuket ini, dan saya pun tak melewatkan kesempatan ini untuk sejenak bersujud kehadirat Allah swt. Saya sempatkan untuk merasakan nikmatnya shalat Iedul Adha ditengah tengah kehangatan masyarakat Thailand selatan.





Bagi saya pribadi, bereksplorasi di Phuket sedikit kurang menantang, karena saya tidak mengalami tantangan bahasa sebagaimana yang biasanya saya alami setiap berkunjung ke Bangkok. (Oh..i love Bangkok) hehehe. Untuk mencari makanan halal di Phuket mudah sekali bahkan di beberapa jalan utama kita akan dengan mudah menemukan rumah makan khas timur tengah lengkap dengan pelayan pelayannya yang asli di import dari negeri kurma tersebut, jadi ya bagi saya kondisi ini sedhkit banyak mirip dengan situasi di Kuala Lumpur, Benar benar seperti tidak ada bedanya dengan berkunjung ke Malaysia hanya saja disini banyak pantai pantai yang ciuamiiiik. 






Bila berkunjung ke Phuket pastikan untuk tidak melewatkan kesempatan menyaksikan Phuket Fantasea. Walau sedikit mahal namun atraksi ini worth to see, jadi dont worry lah. Thailand memang terkenal dengan kemahirannya membuat pertunjukan kolosal di dalam ruang yang maha dahsyat. Dimana lagi kita bisa melihat puluhan bahkan ratusan seniman beratraksi dengan sangat indahnya, berkolaborasi dengan berbagai binatang binatang besar seolah mereka pun tempaan sekolah seni ternama. Perpaduan show dan tata lampu yang menarik, ditambah lagi dengan musik yang menggelegar sungguh membuat pertunjukan ini spektakuler. Wow dengan menulis cerita singkat seperti ini saja sudah membuat saya ingin kembali ke Phuket...




Senin, 23 Juli 2012

Buble dan gincu merah bu dokter


Semua orang juga tahu kalau saya penggemar berat Michael Buble, dan saat tahu pelantun lagu "home" itu akan menggelar konser di Malaysia, tanpa pikir panjang lagi saya pun langsung memesan tiket walaupun sedikit kesal kenapa harus di Malaysia, kenapa sih ga di Indonesia saja. Huh menyebalkan.
Kunjungan kali ini jelas bukan kunjungan pertama saya ke negri pak cik, tapi mungkin kunjungan kali ini yang justru tak akan terlupakan. Tak terlupakan karena pada kunjungan kali inilah saya harus traveling dalam kondisi tubuh yang sedang ngedrop. Ya saya sakit dan terpaksa harus berobat. Saya yakin sekali bahwa sebagian besar traveler akan berdoa sekuat tenaga untuk terhindar dari kondisi ini.  Selain mahal, tentunya berobat di negeri orang tidak sebebas berobat di negeri sendiri. (ga ada orang se RT yang bakal bawain saya buah sekebun incase saya harus di opname).

Kemarin saya benar benar tidak punya pilihan. Saya tidak mungkin melewatkan konser Buble dan hanya tidur - tiduran saja di hotel, so yes saya harus menemui dokter di klinik setempat. Serampainya di klinik dokter yang terletak di sebuah ruko sepi, dan dingin. Hanya terlihat beberapa kursi dan meja yang tertata membosankan di ruang pendaftaran pasien. Kemudian seorang receptionis menyapa dingin tanpa senyum. Kalimat yang terlontar pertama kali dari bibir perempuan tengah baya itu adalah " ah Indon right.. are you worker..? where is your sponsor's letter" and do you have any insurance..?. Oh may god dari mana pula  dia tahu kalau saya orang Indonesia, apakah wajah saya mirip burung garuda..? dan kenapa juga dia menduga saya "pekerja" atau worker? lantas dengan sedikit menaikkan intonasi bicara, saya mengeluarkan passport dan berkata, I'm Hendri, and i'm sick, i do have an insurance but i'm not sure i can use it here, but yes i have my money..so dont worry. (kibas poni)


Tak beberapa lama setelah mengisi form information, saya akirnya dipanggil masuk ke dalam ruang periksa. Ruangan yang tak seberapa besar itu juga terlihat sangat membosankan. Hanya sedikit cat hijau di bagian bawah dinding yang mampu menghangatkan suasana saat itu. Pandangan saya pun  langsung tertuju pada sosok perempuan berwajah mirip bintang film Bollywood. Dokter cantik berwajah khas perempuan India yang lumayan manis menurut saya. Bibirnya yang merah merona akibat balutan gincu mampu membuat hati ini ser-seran. Selain cantik dokter ini ternyata cukup canggih, canggih bukan karena dilengkapi dengan berbagai peralatan medis super hight tech, tapi lebih karena berani menentang semua pendapat yang selama ini diyakini oleh sebagian besar orang sakit di Indonesia. Menurut bu dokter kalo kita sedang sakit demam, badan kita akan panas kemudian disertai dengan menggigil. Dalam kondisi seperti ni pada umumnya kita akan berusaha membalut tubuh kita dengan pakain setebal mungkin, ternyata kebiasaan itu keliru. Menurut dokter cantik bergincu merah tadi kita seharusnya berpakaian sewajarnya saja. Menyelimuti badan kita dengan baju berlapis lapis hanya akan menahan keringat kita beserta dengan virus-virus di dalamnya. 

Asiknya lagi bu dokter tetap berkeyakinan bahwa tubuh saya baik baik saja dan menolak memberi obat, menurutnya demam ini akan hilang bila saya sempatkan lebih banyak waktu untuk beristirahat. Wiih ini artinya saya ga perlu mengeruk kantong lebih dalam. Sayangnya di Indonesia jarang kita temukan dokter yang tidak terobsesi meresepkan obat seperti ini, mereka justru berlomba lomba memberikan obat dengan dosis setinggi mungkin. Setelah seharian beristirahat saya pun siap untuk menyaksikan performance si Michael Buble. yippiiii.....


And I feel just like I’m living someone else’s life
It’s like I just stepped outside
When everything was going right
And I know just why you could not
Come along with me
’Cause this was not your dream
But you always believed in me

Langkawi

Perjalanan saya kali ini sampai pada sebuah pulau di semenanjung Malaysia. Pulau ini konon adalah pulau yang sangat subur, kaya dengan rempah-rempah dan hasil buah-buahan. Langkawi, ya disinilah saya sekarang berada. Pulau kecil yang cantik dan ramah lingkungan. Pulau yang terletak di sebelah barat negara bagian Kedah dan Perlis di Semenanjung Malaysia ini betul-betul berdekatan dengan mulut Selat Malaka di Laut Andaman.


Di seberang pulau Langkawi adalah pulau Sumatra di Indonesia. Langkawi dalam Bahasa Indonesia berarti "Dataran Elang". Laksana sebuah primadona pariwisata yang diunggulkan oleh pemerintah Malaysia, segala konstruksi maha dahsyat dan modern dibangun oleh pemerintah. Malaysia  nampaknya berhasil menyulap pulau kecil ini menjadi pulau yang mengundang decak kagum para penikmat arsitektur.


Pemerhati lingkungan pun tak akan ketinggalan menikmati pulau kecil ini sebab pemerintah Malaysia sukses mengkolaborasi pariwisata dengan konservasi lingkungan, lihat saja aktifitas Eagle feeding yang juga menjadi atraksi andalan. Disini kamu akan menempuh perjalanan menyusuri sungai yang luas dan pada akhirnya kita akan dimanjakan dengan tingkah polah burung burung Elang liar yang berebut makanan di sungai. Sebuah pemandangan yang menakjubkan, bagi saya ini sebuah pengalaman eco traveling yang sebenarnya bisa juga kita kembangkan di negeri kita INDONESIA. 


Perjalanan menyusuri sungai untuk memberi makan sesungguhnya adalah satu paket perjalanan dengan beberapa objek wisata lainnya, sebelum kamu sampai di tempat obeservasi Elang, kamu akan dibawa terlebih dahulu ke gua kelelawar atau Bat Cave dan mangrove tour, disini kamu dapat melihat betapa pariwisata dan konservasi alam terutama Mangroove dapat berjalan harmonis. 




Pemerintah Malaysia sepertinya sadar akan pentingnya kenyamanan dalam berwisata. Mereka menyambung satu tebing dengan tebing gunung lainnya melalui SkyBridge, jadi tak perlu bersusah susah mendaki gunung. Tidak hanya itu, untuk mencapai ke setiap tebing tersebut, mereka membangun Cable Car (kereta gantung) yang luar biasa panjang dan tinggi, serasa anda benar benar terbang diatas indahnya hutan tropis.


Pulau Langkawi juga identik dengan pantai-pantai disekitarnya. Saya sadar sekali bahwa bila kita mencari pantai, sebenarnya INDONESIA adalah negeri yang harus anda kunjungi. Kesadaran ini lah yang membuat saya sedikit skeptis terhadap keindahan pantai di Langkawi. Hmm ternyata pantai disini tidak kalah menarik loh, satu hal yang berbeda adalah saat saya menyusuri pantai Cenang (pantai utama di Langkawi), saya melihat struktur pasir yang sedikit berbeda. Pasir disini berbutir butir agak besar, laiknya ketumbar yang bulat berwarna kecokelatan. 


Bagi kamu yang gemar berbelanja, Langkawi pun bebas pajak lho, jadi  segeralah berkunjung kesini dan pastikan kamu membeli oleh-oleh untuk keluarga tercinta,..selamat berlibur ya

Minggu, 22 Juli 2012

Sanctuary Of truth, the root of Pattaya.

Widiih sudah lama juga ya saya ga posting.  Nah kali ini saya mau coba cerita sedikit tentang sebuah tempat mengagumkan yang sempat saya kunjungi beberapa waktu yang lalu  di Pattaya, Thailand. Pernah dengar The Sanctuary Of Truth dong?  Lokasinya ga terlalu jauh kok dari pusat kota Pattaya, dan menurut saya, The Sanctuary of truth ini iconic banget bahkan bisa dibilang kamu belum ke Pattaya kalo belum ketempat ini.


Sanctuary of Truth sebenarnya adalah sebuah konstruksi bangunan dari kayu raksasa yang sumpah gede banged dan detil banget. Titik ter-atas bangunannya adalah sekitar 105 meter. Bagian ini memang dibangun sedemikian tinggi guna menahan angin dan sinar matahari dari pantai di Rachvate Cape, Tumbon Naklea, Amphur Banglamung, provinsi Chon Buri, Thailand. 


Bangunan  yang mempekerjakan ratusan seniman pahat dari beberapa negara di sekitar Thailand ini dibangun konon sesuai dengan  kearifan budaya Thailand kuno dimana setiap inci dari bangunan ini ditutupi dengan ukiran patung yang terbuat dari kayu kayu pilihan. Jika kamu mengunjungi bangunan ini, kamu seolah diajak untuk kembali ke kehidupan Thailand tempo dulu, lengkap dengan keramah tamahan penduduk Thailand.



 Disini kamu juga diajak untuk belajar  menghargai keseimbangan kehidupan, Keseimbangan hidup yang selaras antara pengetahuan, dan Filsafat Timur, pokoknya banyak banget yang bisa kita semua pelajari dari tempat ini deh...