Selasa, 19 Maret 2013

Terpukau (anak) Krakatau


Terbuai oleh rayuan seorang rekan yang dengan semangat 45 mengajak saya untuk ikutan trip ke Gunung Krakatau maka inilah petualangan saya.

Anak gunung Krakatau
Masih ingat kan cerita saya yang enggan naik ke gunung Kinabalu karena untuk kesana saya harus membayar sekitar dua ratus US$  dengan reservasi enam bulan sebelumnya? Nah perjalanan saya kali ini lebih seperti balas dendam sekaligus aksi saya menampar segala ide membayar untuk naik gunung. Walaupun gunung bukan tempat tujuan favorit saya, tapi  sesekali saya tak keberatan melakukannya. Beberapa gunung yang telah saya naiki sejauh ini adalah, gunung Bromo di Probolinggo, gunung Ijen di Bondowoso, dan Gunung Agung di bilangan Blok M Plaza (hehehe). Tentu saja yang teranyar adalah Anak gunung Krakatau yang terletak di selat sunda, diantara pulau Sumatra dan Jawa. 

Kami berangkat dari Jakarta sekitar pukul delapan malam. Dengan menggunakan busway kami pun berangkat menuju terminal Kalideres. Sesampainya di terminal Kalideras, kami pun berhenti sejenak untuk menunggu rekan rekan lain yang akan bergabung bersama kami menuju anak gunung Krakatau.  Perjalanan menuju pelabuhan Merak ditempuh kurang lebih tiga setengah jam dan setelah itu kami harus menyebrang dengan ferry menuju Lampung.
 
Pagi dini hari di Keesokan harinya kami sampai di pelabuhan Bakauheni, Lampung. Saya sebenarnya tidak meyukai situasi ini, situasi dimana pagi pagi masih diperjalanan. Sebab sebagai manusia yang punya jadwal buang air besar yang on time yaitu setiap habis subuh, tentunya dalam situasi ini saya akan kerepotan mencari toilet yang layak. Benar saja toilet di pelabuhan Bakauheni saat itu begitu mengenaskan, Kotor dan airnya pun keruh. anehnya dalam kondisi seperti ini pun saya harus membayar. Tentu saja saya menolak. tanpa banyak pilihan akhirnya saya lakukan ritual mendekat dengan alam ini dengan segala situasi emergency. Kenapa saya bilang demikian. Karena ini pertama kalinya bagi saya melakukan buang air besar dengan menggendong backpack saya yang besar dan sebuah tas kamera. di dalam bilik toilet tidak tersedia gantungan pakaian atau setidaknya paku seadanya. Coba anda bayangkan, ketika anda harus melakukan hal seperti ini dengan menenteng tas dan segal peralatan anda. Melakukannya saja sudah sulit apalagi saat saya harus membilas. Sebuah aktifitas yang hampir mustahil. but yup I made it, when there Is a will there’s a way. Sesampainya kami di Bakauheni, perjalanan pun berlanjut. Dengan menggunakan angkot kami bergegas menuju ke sebuah pelabuhan kecil yang cantik yang bernama Pelabuhan Canti. Di pelabuhan ini lah sepertinya setiap keberangkatan menuju pulau Krakatau dan pulau pulau kecil lain di sekitarnya dilakukan. Dari pelabuhan Canti kami masih harus naik kapal dan melanjutkan perjalanan ke pulau Sebuku. Lama perjalanan menuju ke pulau sebuku sekitar satu jam.

beginilah kurang lebih bentuknya kapal kami

Pulau Sebuku adalah sebuah pulau yang tenang, dengan arsiran garis pantai yang menawan. Warnanya yang kebiruan membuat semua mata lelah kami saat itu terbelalak tak berkedip. Airnya sangat bening dan hangat. Saya tidak akan pernah berhenti mensyukuri betapa besar karunia Tuhan atas negeri ini. Pantainya bersih sekali, tak tampak sampah hasil konsumsi sedikitpun, benar benar tempat yang tepat untuk sejenak melarikan diri dari rutinitas pekerjaan. Hanya saja disini kita harus sedikit berhati hati, beberapa gerombolan ubur ubur berenang kesana kemari seolah tak ingin melewatkan kesempatan menyambut kami.
 
Amazing Indonesia
 
Selesai mengeksplorasi pulau Sebuku besar kami pun melanjutkan perjalan kami menuju pulau Sebesi. Di pulau ini lah kami akan tinggal semalam. Akomodasi yang seadanya namun cukuplah. Perjalanan yang bernuansa kesederhanaan ini adalah yang saya butuhkan ditengah tengah kebosanan saya terhadap hal hal yang konsumtif. Pisang goreng hangat seharga seribu rupiah, bakwan goreng dengan harga yang sama dan kopi hitam seharga tiga ribu rupiah cukup membuat saya dan beberapa petualang mancanegara lainnya terkejut akan betapa murahnya biaya yang kita keluarkan agar terhindar dari kelaparan. saya pun sontak berujar, makanan ini memang murah kawan, namun kemurahan hati sang pedagang yang tak henti hentinya tersenyum lah yang membuat makanan ini jauh lebih berharga dari makanan makanan di ibu kota. Terlihat jelas ekpresi pemahaman dari rekan saya yang berasal dari Perancis tersebut.

Selepas santap siang dan menyeruput air kelapa gratisan kami bergegas mandi, dan unpack untuk kemudian kami pun kembali melaut. Semua sudah tidak sabar untuk melihat keindahan alam bawah laut di sekitar anak gunung Krakatau. Benar saja sesampainya disebuah lagoon yang bernama Lagoon Cabe, saya seketika langsung terjun ke laut. Bersenda gurau bersama makhluk makhluk beraneka warna yg cantik, sembari sesekali menceritakan betapa luar biasanya perjalanan hidup saya. Walau mereka tidak mengerti apa yang saya katakan namun saya yakin bersahabatan baru telah terjalin diantara kami. (oke saya melantur). Berenang disini seolah berdansa dengan harmoni alam bawah laut, bagaikan berenang di dalam aquarium maha besar dengan jutaan ikan yang berenang dan berdansa bersama. Tak lupa terpanjatkan do'a agar tidak banyak manusia iseng yang menggaggu kelestarian alam disini.
 

Sebuku Island
Di hari kedua atau hari terakhir kunjungan kami, itinerary selanjutnya adalah mendaki anak Krakatau untuk melihat sunrise. Kami pun terjaga saat matahari masih diperaduan. Saat itu jam tiga dini hari. Kami berangkat dari pulau Sebesi menuju ke anak krakatau. Ombak saat itu terlihat sombong, tak hendak sedikitpun bersahabat dengan kami. Angin pun tak kalah angkuh seolah menemani hujan yang egois mewarnai dini hari kal itu. Saya tak kuasa menahan mual, kemudian muntah lah saya. Saya jelas masuk angin. Benar benar sebuah petualangan yang tak akan pernah saya lupakan. Dalam perjalanan saya selama ini, saya kerap menjelajahi laut bahkan pernah melalui perjalanan yang lebih buruk dari ini. Saat saya berkunjung ke pulau Nusa Barong di Jember Jawa Timur, ombak yang kami hadapi jauh lebih besar dari ini, namun entah mengapa saya tak mengalami gangguan kesehatan apapun. namun yang terjadi pagi itu di perjalanan menuju Krakatau membuat saya tak kuasa menahan muntah. Benar benar hal yang tak biasa.

Sebuku Island
 
Setelah hampir 3 jam lamanya kami mengarungi samudra akhirnya sampai juga di anak gunung Krakatau. Kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, munculah gunung api yang dikenal sebagai anak Krakatau dari kawah sisa letusan gunung Krakatau sebelumnya. Saat ini anak gunung Krakatau diperkirakan memiliki ketinggian 230 meter di atas permukaan laut. Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan tremor. Anak Krakatau saat ini secara umum oleh masyarakat sekitar lebih dikenal dengan sebutan Gunung Krakatau. Well like father like son, konon kabarnya seorang pakar memprediksi bahwa anak gunung krakatau ini akan kembali meletus.




Sayang sekali sunrise yang kami kejar pagi itu telah berpaling pada rintik rintik hujan yang dengan caranya begitu menentramkan saya. Tidak perlu waktu lama bagi saya untuk mendaki ke puncak gunung yang bertekstur pasir hitam yang tebal ini. Sesekali saya berhenti dan memuaskan pandangan saya atas betapa indahnya apapun yang saat itu terbentang di hadapan saya. terlihat begitu sempurna, keindahan dari sisi bukit pasir ini seolah mengatakan pada saya bahwa tiada yang tak indah di bumi Indonesia. Bahkan gumpalan pasir tebal dengan sedikit balutan kabut yang tampak di kejauhan menjadi demikian kontras.TUHAN benar benar ciptakan negeri ini dalam senyum. Jelas itu yang terbersit dalam hati saya. Terbayar semua keletihan, tuntaslah semua misi saya dalam perjalanan ini. Melarikan diri sejenak dari riuhnya ibu kota untuk melihat surga demi surga yang terbentang luas tanpa syarat. Membuat saya makin bersyukur atas negeri ini, INDONESIA KU.

Wonderful Indonesia

Setiap perjalanan bagi saya adalah sebuah perenungan. Perenungan akan kebesaran Tuhan yang maha kuasa. Dengan kuasanya menciptakan laut yang cantik berwarna biru kehijauan beserta segala makhluk makluk cantik yang berada di dalamnya. Sedikit menoleh ke kanan akan saya dapatkan gagahnya anak gunung Krakatau dan di kiri saya sebuah potret keseharian manusia yang berinteraksi dengan semangat saling menghormati. Membentuk harmoni yang cantik antara manusia, laut dan gunung. Samar-samar di kejauhan terlihat seorang nelayan yg sedang memancing dengan kapal kecil dan alat pancing seadanya. Menentramkan




 
sunset @ Sebesi Island

Beranikan diri mu melangkah ke negri ku, kan ku sirami harimu dengan hangatnya mentari di negeri sejuta pesona.

 

Selasa, 05 Maret 2013

Latin Samba hingga Trance, Basia, Lisa Dan Craig tampil Memukau

Lisa Stansfield
Kesuksesan Java Jazz Festival 2013 yang terselenggara pada tanggal 1-3 Maret 2013 merupakan refleksi tingginya permintaan pecinta musik Indonesia akan tontonan musik yang berkualitas.

Tarikan nada nada tinggi yang sempurna, sesempurna nada nada rendah yang seksi mampu dihadirkan Lisa Stansfield pada hari kedua penyelenggaraan Java Jazz Festival 2013. Lisa Jane Stansfield artis kelahiran Inggris, 11 April 1966 tampil memukau malam itu. balutan gaun berwarna hijau tosca serasi dengan coat motif bulu bulu yang memesona. Simple but elegant, itulah kesan pertama yang terlintas dalam benak sebagian besar penonton saat menyaksikan aksi panggungnya yang enerjik.

Lain Lisa lain pula Basia, "aroma" samba, salsa dan berbagai jenis musik latin mendominasi penampilannya pada hari terakhir penyelenggaraan Java Jazz Festival 2013. Basia membawakan lagu lagu andalannya seperti "baby you are mine dan drunk on love" dengan sangat apik dan membius semua penonton yang hadir saat itu. Kemampuan olah vokal penyanyi berkebangsaan Polandia yang lahir dengan nama Barbara Trzetrzelewska sangat tertata rapi dengan persistensi yg akurat. 

Craig David mungkin satu satunya artis pengisi Java Jazz Festival 2013 yang menuntut lebih banyak "effort" untuk menyaksikannya. Kenapa demikian? sebab, hujan deras yg mengguyur venue dan lokasi antrian membuat tidak sedikit penonton yang berbasah-basahan. Meski panitia menyediakan tempat untuk mengantri, namun besarnya hujan dan kencangnya angin tetap membuat tidak sedikit dari penonton yang terpaksa merelakan kostum pilihannya malam itu basah.

Ada ada saja ulah penonton, ada yg nekad menerabas hujan yang semakin malam semakin lebat hingga membeli baju ganti di sekitar area concert. Wah ternyata pawang hujannya belum canggih, belum secanggih pawang toko baju yg mendadak omzetnya meledak dikarenakan hujan.

Konser dimulai sedikit terlambat. Banyak penonton yang tidak sabar dan meneriakkan nama Craig David dan ya usaha penonton berhasil. Craig David keluar dan menyapa penonton dengan lagu-lagu andalannya.

Single bertajuk flava adalah lagu pembuka di konsernya malam itu. Penonton pun seketika histeris berteriak tak mau kalah bernyanyi. Craig David seorang penyanyi yang sukses mencuri perhatian pecinta musik dunia saat albumnya yang bertajuk born to do it sukses menggoyang chart-chart musik di tahun 2000. Craig tampil sangat "fashionable" balutan kemeja putih dan celana senada memberi kesan glamour namun tak berlebihan, pada penggalan kedua konser, Craig berganti pakaian dengan kemeja berwarna merah dan celana hitam, memberi kesan less is more. Tak heran artis pria kelahiran Southampton, Hampshire - Inggris ini pernah menyabet dua kali Grammy sebagai Best Male Pop Vocal Performance.

Pada penampilannya malam itu, Craig David  sempat mengejutkan penonton dengan aksi panggungnya sebagai DJ, dan tentu saja para penonton yang hadir saat itu serasa dibawa pada sebuah petualangan bermusik ala sebuah klub malam terlebih dengan suasana panggung yang mengelegar dan tata lampu yang full color...nice concert Craig ...