Satu lagi penjelajahan melintasi negeri baru saja saya lakukan beberapa
waktu lalu. Kali ini Vietnam adalah negeri yang saya jelajahi. Vietnam, negara kuat yang berhasil
mengusir keluar penjajah penjajah kelas wahid. Walaupun perjalanan kali ini hanya melintasi Saigon atau yang saat ini lebih dikenal dengan Ho Chi Minh City dan Hanoi namun saya bersyukur sebab melalui perjalanan ini saya dapat melihat dan merasakan kepedihan yang mungkin tak akan pernah terlupakan oleh seluruh rakyat Vietnam. Pengembaraan kali ini benar benar merupakan sebuah perjalanan yang menguras emosi.
Di hari pertama penjelajahan saya di kota Saigon saya bertemu dengan dua
orang teman baru. Ho Dung dan Mai Hai Dai. Dua anak muda asli Vietnam yang saya
kenal lewat situs pertemanan khusus bagi pecinta jalan jalan. Dung dan Dai, menjemput saya dan travelmate saya, Kanya, siang ini dengan dua sepeda motor. Kanya sedikit shock dengan moda penjemputan seperti ini. Maklumlah yang bersangkutan biasa traveling dengan gaya yang fancy. Kali ini lupain deh tuh AC mobil yang membosankan. Let's ride the bike lol . Bagi saya Tidak ada petualangan yg lebih seru selain merasakan sendiri bagaimana keseharian warga setempat. Termasuk menembus kemacetan lalu lintas yang maha padat dengan mengendarai sepeda motor. Di kota ini ada sekitar sembilan juta orang dengan jumlah motor yang
menyentuh angka tujuh juta sepeda motor.Luar biasa bukan?.
Ho Dung, dan Mai Hai Dai adalah mahasiswa tingkat akhir di jurusan akutansi dan tekhnik di sebuah
universitas di Saigon, Bersama mereka, kami berkeliling memecah keramaian kota Saigon. Dung
bilang pada saya kalau ia ingin menunjukkan keramahan warga lokal yang
tentunya berbeda dengan kota kota lain. Diantara jutaan sepeda motor lainnya, kami berhasil menyusuri setiap sudut kota. Setelah kira kira 30 menit perjalanan dengan sepeda motor, kami akhirnya sampai juga di hotel. Hotel yang kami pesan memang terletak tepat di jantung kota Saigon. Hanya beberapa menit saja ke Pasar Ben Tanh yang terkenal itu. Dung kemudian bersikeras mengajak kami berjalan kaki menyusuri beberapa spot menarik di pusat kota Saigon. Ah..mereka memang ramah sekali. Kami berjalan kaki menyusuri taman yang berada tepat di depan pasar Ben Tanh.
Sebuah taman yang asri dan tertata apik. Tidak tampak pedagang jalanan yang mengotori
sisi sisi jalanan. Dengan mudah pula dapat kita temui warga yg sedang melakukan
berbagai aktifitas. Mulai dari berolahraga hingga sekedar bertegur sapa.
Andaikan Jakarta bisa seperti ini.
Suasana di Saigon
sekilas akan membawa kita pada suasana Indonesia dimasa lampau, sekitar era
tahun 90an. Sebagai negara yang belum lama mengecap kemerdekaan, nampaknya Vietnam berhasil mengejar ketertinggalannya. Dalam bidang tourisme, Vietnam sangat mengandalkan wisata sejarah sebagai komoditas utamannya. Seperti kita ketahui Vietnam memang pernah
berperang melawan beberapa negara penjajah besar di dunia. Sebut saja Perancis
dan Amerika. Perancis setidaknya pernah dua kali melakukan pendudukan terhadap
Vietnam yaitu tahun 1930 dan 1954.
Amerika adalah imperialis terakhir yang berhasil
ditaklukan pasukan bersenjata Vietnam di tahun 1975. Atas kekhawatiran meluasnya paham komunisme, Amerika mengkhianati hasil perjanjian Geneva yang saat itu memisahkan dua Vietnam menjadi Vietnam Selatan dan Utara. Amerika nampaknya tidak sudi kekuatan partai komunis menguasai negeri ini. Amerika kemudian membuat pemerintahan boneka yang korup di Vietnam Selatan. Perang tersebut menyisakan begitu banyak peninggalan sejarah yang hingga saat ini terpelihara dengan baik hingga berhasil membuat siapapun yang menyaksikannya menjadi larut pada kesedihan, kemarahan dan kekecewaan Seolah tiada jarak antara masa lalu dan saat ini, sejarah itu bagai saya alami sendiri.
.
|
Protes seorang pendeta Buddha |
Photo disamping ini misalnya, photo ini menunjukkan seorang pendeta Buddha yang melakukan aksi bakar diri sebagai upaya protes terhadap ketidak-adilan dan perlakuan diskriminatif oleh pemerintahan boneka yang dibentuk oleh Amerika. Photo ini juga yang menjadi salah satu pemicu terbukanya mata dunia atas penderitaan rakyat Vietnam photo yang saya ambil dari salah satu ruang di Museum Re-unifikasi Vietnam ini merupakan salah satu dari sekian banyak penggalan sejarah penting yang berhasil meluluh lantakkan hati saya.
Selain museum reunifikasi coba kunjungi museum perang Vietnam
atau war
remnants museum . Museum yang terdiri dari 3 lantai ini menawarkan
begitu banyak "pertunjukkan" atas ego imperialis yang tidak berperikemanusiaan. "Tontonan" keangkuhan Amerika. Perang yang menyeramkan. Penggunaan
senjata kimia beracun menambah parah penderitaan masyarakat Vietnam hingga
beberapa generasi.
|
efek senjata kimia berbahaya |
|
hancur berkeping |
|
Korban senjata kimia berbahaya |
|
conclusion |
Saya kemudian terpancing untuk bertanya pada Dung yang saat itu masih setia menemani. Saya bertanya apakah pernah terbersit dalam hatinya untuk membenci Amerika. Jawaban Dung begitu mengagetkan. Dia bilang, saat itu sudah lama dan saya tidak ingin mempertahankan kesedihan karena kesedihan tidak akan membuat lebih baik, Dung juga berharap semua orang di Vietnam lebih fokus pada pendidikan. Mendengar jawaba Dung saya hanya berharap suatu saat dunia akan dipimpin
oleh orang orang pintar yang pemaaf dan mencintai perdamaian. Dipimpin oleh orang orang yang menjadikan kekerasan sebagai ide yang kuno dan konyol, tidak relevant dalam penyelesaian masalah apapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar