Setiap perjalanan memiliki kisah,
setiap perjalanan bercerita, dan setiap perjalanan juga memiliki awal dan berujung.
Tepatnya 5 Januari 2004, saya menapakkan
kaki untuk pertama kalinya di Bandara Djuanda di Surabaya. Keberangkatan saya ke Surabaya tak lain guna mengawali karir saya di institusi ini. Kala itu panas begitu menyengat, makhluk
gemuk yang satu ini begitu sulit mengatur langkah. Kepadatan manusia yang
sedang mencoba keluar dari pintu pesawat berbadan kecil milik perusahaan penerbangan
yang kini sudah bubarpun menjadi tantangan tersendiri. Apa boleh buat
pesawat jenis inilah yang saat itu dikelola oleh airlines yang terkenal paling
murah dan sesuai dengan kantong saya. Sebuah koper tua milik ayah saya
tercinta menjadi satu satunya barang berharga yang menemani.Oh ya tujuan akhir
saya adalah sebuah kabupaten kecil di Jawa Timur yang bernama Jember.
Celingak celinguk di bandara Djuanda
(lama) tentunya merupakan gesture yang wajar saat itu, sebab daerah ini memang sama sekali asing bagi saya. Untungnya saya tak perlu khawatir akan di
jambret karena memang tidak banyak uang yang saya bawa. Berdasarkan informasi yang saya
terima saya perlu naik taxi ke arah terminal bus Bungurasih nama terminal bus di Surabaya. Sekian lama menunggu namun
tak satupun taxi yang saya lihat, hingga akhirnya saya diberitahu
bahwa taxi pun sulit di dapat. Kemudian saya teringat akan sebuah kertas yang diselipkan ibunda tercinta kedalam saku baju saya yang ternyata berisi sebuah nomor telpon seorang saudara
yang tinggal di daerah Sidoarjo. Ibunda saya pun berpesan untuk
menghubunginya saat saya sampai di airport. Hape lama bermerk Phillips
yang sangat saya banggakan sebab merupakan kristalisasi keringat saya selama bekerja
beberapa bulan di sebuah bank di Bandung saat itu pun saya keluarkan dari
tas guna menelepon nomor tersebut. Tak beberapa lama kemudian selamatlah saya,
sebab penjemputan telah datang.
Sesampainya di terminal Bungurasih dan mendapatkan bus, saya melemparkan asa sembari berpikir seperti apakah kota
Jember yang akan saya tinggali. Sebagai anak ibukota yang hanya tahu Jakarta dan Bandung saja, saya
tentunya berpikiran bahwa Jember adalah sebuah daerah tertinggal yang akan menjadi
tantangan terberat saya saat itu. (bahkan saya sempat membawa beberapa keperluan mandi cadangan untuk persediaan selama beberapa bulan, khawatir di sana tidak ada yang menjual barang barang tersebut). Berlebihan bukan? tapi itulah yang terjadi. Perjalanan menuju kota Jember terasa begitu lama
dan panjang. Saya sudah merasa bosan, ingin rasanya segera sampai. Berkali kali bertanya pada kondektur bus namun jawaban yang sama-lah yang saya dapatkan yaitu "masih jauh mas". Sepanjang perjalanan yang
saya lihat hanyalah sawah, rumah penduduk dan sungai. Keterkejutan saya saat
itu pun berulang saat melihat hal hal aneh selama perjalanan, terutama saat saya
melihat sebuah sungai besar yang menghubungkan kabupaten Lumajang dengan
Jember. Saya melihat beberapa orang secara berdekatan melakukan aktifitas buang
air besar berjamaah di sungai. Great…. now I see butts, and yes it’s the longest
toilet I have ever seen. Etapiiiiii tahu ga, tidak jauh dari barisan warga yang sedang boker berjamaah tadi ada pula warga yang sedang mencuci pakaian dan sikat gigi loh, ouch It happens and I’m not making it up.
Setelah melalui 5 jam perjalanan yang melelahkan, akhirnya sampai juga di Jember, saya melihat kerumunan taxi didalam terminal, dan taxi inilah yang akan mengantarkan saya ke kantor baru di kota ini. Setelah bertanya apakah taxi ini menggunakan argo sang sopir pun menjawab ” iya ini taxi “argo” belakangan saya baru tahu kalau ternyata argo
yang dia maksud adalah merk perusahaan taxi itu sendiri. Kemudian saya pun hanya
diam dan pasrah begitu sang sopir menodong ongkos sebesar 25 ribu. Tak hendak
bersikap lain sebab saya khawatir diturunkan di negeri antah berantah ini dengan
meneteng-nenteng kopor ala turis nanggung Sopir taxi sialan gerutu saya dalam hati.
Kini setelah hampir 9 tahun sejak
awal kedatangan saya di Jember, setelah beberapa kota disekitarnya pun saya
singgahi, Jember bagi saya tidak hanya tentang pengalaman
pertama ditipu sopir taxi, bukan pula tentang pengalaman saya ditipu karyawan sebuah superstore yang kini telah berganti nama ketika saya hendak membeli TV atau saat harus ditipu tukang becak saat galon Aqua saya dibawa kabur. Tentunya Jember juga bukan sekedar tentang berganti ganti kos-kosan dan bertemu orang orang baru. tetapi Jember juga adalah tempat
bagi saya untuk pertama kalinya belajar mengendarai sepeda motor, tempat saya juga pertama kali
mengumpat boss saya karena kebijakannya yang tremendously stupid. Jember dan kota kota lain disekitarnya juga berarti tempat dimana saya merasakan gegar budaya yang demikian menggaggu ketika orang orang yang saya anggap intelektual ternyata masih menggunakan
aksen dan bahasa kedaerahan ditempat kerja which is sebenarnya populasinya
tidak seratus persen homogen, lagipula ini lingkungan formal bung...Geez that's so annoying and harassing in some certain level.
Despite all that Jawa Timur pada umumnya dan khususnya Jember adalah tempat dimana saya bertemu dengan beberapa “cinta” walau kemudian kandas. Tempat saya pertama kali mengenal
dunia siaran, tempat saya pertama kali naik becak keliling kota dengan hanya mengandalkan bahasa tubuh yang menghubungkan saya dengan sang tukang becak sebab kami berdua
tidak saling mengerti bahasa masing. Kemudian tak berlebihan kiranya jika saya katakan bahwa Jember sudah menjadi seperti rumah lainnya bagi saya, tempat dimana banyak sekali teman teman kreatif dan menyenangkan. Senang
sekali melihat kota ini berkembang dan mengalami kemajuan.
Setelah hampir sembilan tahun belajar menjabar sabar, di beberapa daerah di Jawa Timur seperti Jember Probolinggo,
Pasuruan dan Situbondo, kini Insyaallah saya akan kembali ke Jakarta, tempat yang sekian lama saya tinggalkan, meski tidak pernah benar benar hilang dari hati. Teriring pula rasa cemas berbalut ketakutan akan kerasnya ibukota namun
rasa syukur kehadirat Allah SWT tetap
akan selalu menyelimuti setiap langkah saya.
Terimakasih ibu dan teman teman
kos di GNI, ibu dan teman teman kos di Wahid Hasyim, ibu dan teman teman kos di
Jl.Sumatra. Keluarga dan teman teman kos di Probolinggo, Keluarga dan teman teman
kos di Situbondo. Teman teman kantor di Jember, Probolinggo, Pasuruan dan
Situbondo yang sorry ga bakal bisa saya sebut satu satu. Sahabat sahabat saya; Andry,
Vicktor dan keluarga, Eja, dr Pras, drg Faisol Bassoro, teman teman Jember Banget (keep up the good
work all). Teman teman CouchSurfing Jember, Aaron, Andreas, Sattar
Nasipedes, si cantik Emil, mba Mitha, Donda dasilva, mba Irma, Dyan Rachman, Danang, Daniel Denz dan teman teman semua. U'll
always in my heart…keep traveling keep reading pages and more pages of life thru traveling. Live your life by seeing more places. (ciehh kayak bener aja )
i'm coming back...just be nice to me Jakarta...