Bertindaklah seolah kita ini
bersaudara
Okay, sudah
berulang kali terjadi upaya klaim budaya yang dilakukan negeri sebelah dan kali
ini tari Tor Tor dan Godang Sembilan yang mendapatkan gilirannya. Dua item
budaya warisan masyarakat Mandailing di Sumatra Utara ini, kini sedang gencar
menjadi bahan perbincangan. Modus kali ini dengan mengatakan masyarakat
Mandailing di negeri jiran tersebut menginginkan tari Tor Tor dan Godang
Sembilan dicantumkan pada daftar warisan budaya yang setara dengan
tradisi lainnya, hanya sekadar upaya mendaftarkan tanpa bermaksud
mengklaim. Hmm pandai sekali pak cik itu bicara, menghaluskan penggunaan
bahasa. eufimisme yang naif. Sayangnya mereka tidak sadar bahwa nenek moyang mereka sebagian besar
adalah masyarakat melayu Indonesia, jadi kalau mereka sekarang “pandai” tak
lain karena nenek moyang mereka telah lebih dahulu pandai dan mengajarkannya.
tari Tor Tor diupayakan “didaftarkan” dalam situs warisan
budaya mereka. Upaya pendaftaran yang
mereka lakukan ini adalah agar kemudian pemerintah negeri jiran mengeluarkan
anggaran untuk memelihara kelestarian kedua item budaya tersebut”. Disini
menariknya, setelah dana dikeluarkan, kemudian apa? layaknya tarian
pendet yang kemudian mereka perkenalkan dalam kampanye pariwisata, tari Tor Tor pun akan menjadi
sajian pariwisata di negeri ipin dan
upin ini. Lantas semua ini untuk apa? tentu saja guna mencitrakan Malaysia sebagai
tempat dimana tari Tor Tor dan Godang Sembilan itu berasal.
Kembali ke
factor sejarah, disebutkan bahwa 60-70 persen masyarakat Malaysia bernenek
moyangkan orang Indonesia yang dahulu datang ke negeri jiran tersebut atas
berbagai alasan. Menyadari fakta ini seharusnya kedua negara ini hidup dalam
kerukunan. Saling menjaga keharmonisan perasaan satu sama lain. Bagi saya, hal yang
pantas dilakukan pemerintah Malaysia dalam rangka mengaspirasikan keinginan
warganya adalah dengan menampung segala keinginan tersebut, namun tetap
melakukan upaya hubungan internasional yang santun dengan Indonesia, paling
tidak ajaklah nenek moyang mereka selaku pemilik asli budaya tersebut bicara,
sebab mereka tentunya sadar bahwa apa yang mereka lakukan sekarang akan sontak mendapatkan
reaksi yang beragam dari masyarakat Indonesia, Bertindaklah layaknya kita ini
bersaudara.
Pertanyaan
berikutnya adalah apakah budaya Malaysia yang merupakan serapan budaya Indonesia
saja yang mengalami perlakuan semacam ini. Apakah kemudian mereka mengakui Barongsay sebagai tradisi
budaya mereka juga, karena mereka memiliki banyak warga negara yang merupakan
keturunan China, lantas apakah tradisi masyarakat India juga mengalami Klaim
budaya sebab mereka pun memiliki banyak sekali warga negara keturunan India. Sepertinya saya tidakpernah
mendengar hal itu terjadi. Entah karena mereka tidak ingin atau bahkan tidak
acuh, sebab beberapa teman non bumiputera yang tinggal di
Malaysia kerap mengeluh akan perbedaan perlakuan terhadap mereka. Mulai dari
akses pekerjaan hingga edukasi. Bahkan seorang warga negara Malaysia keturunan
India yang saya temui saat seperjalanan menuju Bali sempat mengutarakan bahwa ia terpaksa menguliahkan
putrinya di Bali karena akses pendidikan berkualitas
di Malaysia sulit di tembus bagi warga keturunan (non Bumiputera).
Saya mencintai semua umat manusia. Mungkin terdengar klise, bagi saya keragaman adalah anugerah. Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Berbudaya tentunya juga berarti memiliki perilaku yang sesuai dengan akar kekerabatannya. Sebagai bagian dari masyarakat Melayu, saling santun menghormati satu sama lain adalah bagian dari budaya itu sendiri, maka marilah kita bertindak seolah kita memang BENAR bersaudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar