Menghempas batas, menghadirkan kebersamaan.
Keceriaan tak
terhingga, melampui batas batas negara, menghempas segala keraguan menyatu
dalam kompleksitas dan keragaman perbedaan. Menyisakan persahabatan, gelak tawa
dan kenangan manis yang berkonspirasi membentuk kehangatan kebersamaan yang akan selalu abadi tersimpan di
relung jiwa. Ijen festival 2012 I’m here for you.
Bermula saat
seorang kawan menyebarkan informasi tentang sebuah event internasional yang
akan digelar di kota tetangga, saya kemudian mencari informasi lebih lanjut
tentang acara tersebut.
“Okay…jadi
judulnya adalah International Ijen Festival sounds good to me”. Kemudian saya kembali membaca konsep acara yang akan mereka gelar. “Language and Culture exchanges. Hmmm ah ini paling hanya sekedar Judul, sedikit skpetis lalu kembali
mata ini menyusuri satu demi satu pemberitahuan tersebut. Peserta akan diinapkan di rumah warga setempat untuk saling berinteraksi, bertukar budaya
dan bahasa woow keren neh, sontak saya kembali bergairah meskipun saat ini
saya tinggal di kota yang kurang lebih memiliki kultur dan bahasa yang sama
dengan masyarakat di Bondowoso, tapi selalu menyenangkan mendapatkan pengalaman
baru. Kami akan memilih 50 Peserta yang terdiri dari berbagai negara…apa? ada audisi neh ceritanya? haduh apalah daya jual saya ini ya Tuhan, saya pun
kembali tak bersemangat. Mungkinkah saya
terpilih, saya kan hanya sekedar petualang tampan yang mulai menua..tentunya lebih banyak
calon peserta diluar sana yang memiliki pengalaman lebih luas dari saya, dan mereka pastinya lebih menyenangkan.
Tapi a men
got to do what a men got to do right? kemudian saya kirimkan aplikasi
saya.
Selang beberapa
waktu saya melihat ada nama saya di deretan nama peserta yang lolos. Hmm
mungkin itu Hendri yang lain (thanks to my parents yang tidak membubuhkan nama
panjang dibelakang nama saya, emak bapak, u rocks). Masih ditengah
keragu-raguan, saya tidak terlalu excited, sampai kemudian ada email konfirmasi
ke surel saya. Cihuyyyyyyyy…Ijen I’m coming baby…wait for me. Penantian yang
cukup lama mulai dari pengumuman hingga ke pelaksanaan festival membuat saya
hidup ditengah keresahan, resah bin galau, bukan hanya karena harus bertemu dengan peserta lain yang tidak lebih
kece dari saya tetapi juga resah karena isu mutasi. Ya pekerjaan saya menunutut
saya harus pasrah dimutasi kemana saja di seluruh Indonesia, so either you in
or you out (halah kenapa jadi curhat). Back to the festive, lantas apa
relevansinya mutasi kerjaan sama Ijen festival, hmm ada, bagaimana coba kalau saat pelaksanaan ternyata saya dimutasi ke luar kota, itu artinya saya harus
menyesuaikan itinerary keberangkatan dan kedatangan saya setelah dan sebelum
pelaksanaan. Tapi sekali lagi Tuhan memang selalu bersama hamba Nya yang tampan, semua terjadi begitu mulus. Okay now I’m soooo ready for the fiesta bring
it on…
Malam kedatangan di Bondowoso, saya disambut oleh beberapa panitia di MTS Attaqwa Bondowoso.
Mereka kemudian mengantarkan saya ke rumah Host saya. Thanks to mas mas panitia yang sigap. (Kalian
semua bebatuan alias u guys are rocks). Penyambutan yang hangat dari
keluarga mama Dycko membuat saya merasa semakin nyaman bahkan merasa seperti berada
ditengah keluarga sendiri. Secangkir teh panas yang beliau siapkan menemani
perbincangan saya malam itu bersama rekan rekan house-mates lainnya. Adalah Lesthia
dari Jakarta dan Mary dari Italy yang saat itu menemani saya sepanjang malam, kami berbincang dan bertukar
pikiran dengan liarnya. Pemikiran demi pemikiran terbidani dengan liarnya di tengah malam untuk kemudian menghantarkan kami segera menutup malam
yang semakin larut .
Mentari mulai
semakin congkak menampakkan batang hidungnya. Udara dingin yang semula
menyelimuti kota Bondowoso pun perlahan beranjak menjauh. Suara adzan subuh
lantang terdengar. Kasak-kusuk penghuni rumah pun mulai terdengar, ternyata
diluar sana mama Dyco sudah bersiap untuk berjumpa dengan yang maha tunggal.
Keluarga Dyco memang keluarga yang religious, saya sedikit malu
sebab saat mereka bergegas menunaikan shallat subuh, saya baru saja terjaga dan
masih mengumpulkan “benak saya yang sempat berlarian kesana kemari terbawa mimpi
mimpi saya. Okay kini saatnya saya menunaikan shallat subuh. Wah enaknya lokasi rumah mama Dyco
adalah terletak
persis di depan mushalla. Astaqhfirullah ternyata saya lupa memakai sarung terpaksalah saya kembali kerumah dan menjemput sarung terkece di dunia itu.Setelah menunaikan
shallat subuh saya sempatkan sejenak berlari-lari kecil mengelilingi komplek
perumahan. Segarnya udara di Bondowoso. Satu dua, satu dua, satu dua, bisik saya seraya mengerakkan
seluruh badan saya. What a refresing morning.
Semua tampaknya telah terjaga, saya melihat Mary dan Lesthia yang telah siap untuk mengawali hari ini. mereka berdua berdandan cantik sekali, seolah memadukan segala keindahan wanita Asia dan Eropa. Lesthia yang menawan dengan batiknya dan Mary yang semakin terlihat memukau dengan gaun berpotongan simple tapi elegan. Ya, hari ini kami para peserta akan menghadiri upacara pembukaan International Ijen Festival yang diselenggarakan di Pendopo Kabupaten Bondowoso. Upacara yang meriah sekali dan dibuka langsung oleh Bapak Bupati Bondowoso. Acara seremonial tersebut diakhiri dengan makan siang bersama Bapak Bupati. (Bapak Bupati…I think you are bebatuan aka rocks). Acara kemudian dilanjut dengan mengunjungi beberapa workshop dan pusat kerajinan di kota tape tersebut, kemudian seluruh peserta dibagi berdasarkan nativenya masing masing untuk kemudian melakukan perekaman suara disebuah stasiun radio. Konon rekaman suara inilah yang akan mengiringi kami sepanjang parade budaya yang akan diselenggarakan keesokan harinya.
Semua tampaknya telah terjaga, saya melihat Mary dan Lesthia yang telah siap untuk mengawali hari ini. mereka berdua berdandan cantik sekali, seolah memadukan segala keindahan wanita Asia dan Eropa. Lesthia yang menawan dengan batiknya dan Mary yang semakin terlihat memukau dengan gaun berpotongan simple tapi elegan. Ya, hari ini kami para peserta akan menghadiri upacara pembukaan International Ijen Festival yang diselenggarakan di Pendopo Kabupaten Bondowoso. Upacara yang meriah sekali dan dibuka langsung oleh Bapak Bupati Bondowoso. Acara seremonial tersebut diakhiri dengan makan siang bersama Bapak Bupati. (Bapak Bupati…I think you are bebatuan aka rocks). Acara kemudian dilanjut dengan mengunjungi beberapa workshop dan pusat kerajinan di kota tape tersebut, kemudian seluruh peserta dibagi berdasarkan nativenya masing masing untuk kemudian melakukan perekaman suara disebuah stasiun radio. Konon rekaman suara inilah yang akan mengiringi kami sepanjang parade budaya yang akan diselenggarakan keesokan harinya.
Perekaman suara
selesai, kami pun kembali ke rumah host masing masing untuk sejenak bertukar
pakaian sebab setelah ini sebuah games telah menunggu kami. Games yang rupanya
lebih seperti kesempatan berinteraksi antara sesama peserta ini memang memberi kesempatan untuk para peserta saling berkenalan. Selain itu, di games ini juga kami kemudian berbagi
pengalaman dengan adik adik siswa MTS Attaqwa. Senang sekali melihat wajah
wajah antusias calon pemimpin bangsa. Setelah letih seharian beraktifitas, nampaknya ibu kos tengah mempersiapkan satu kejutan lagi. Mama Dyco saat itu ternyata tengah berulang
tahun dan mendapatkan hadiah berupa pesta kecil
dari sang suami. Kami pun kemudian berpesta sejenak. Menu malam itu antara lain
kue ulang tahun yang bertenggerkan angka 54 diatasnya dan senampan besar nasi
tumpeng. Yihaaa perfect, terus terang saat itu saya memang sedang lapar sekali.
(Hehehe jangan bilang bilang ya). Seperti malam
pertama kemarin saya terjaga dan kemudian bergegas mengambil wudhu untuk
menunaikan kewajiban shallat subuh saya. Berjoging pagi selalu menjadi ritual
pagi saya dimanapun saya berada, ya maklumlah saya kan makannya banyak, jadi
olahraga juga perlu, ya ga mamy Magdalena a.k.a mamy MG?.
Selepas berolah raga pagi, saya melihat kembali perpaduan kecantikan Asia dan Eropa,
saya lihat Mary yang tampak seperti dewi Italy yang bersinar dengan balutan gaun
putihnya. Sedikit warna merah di bagian pinggang manis sekali dipadankan dengan bandana hijau, membuat Mary
terlihat seperti Miss Italy Universe yang nyasar di Bondowso. Sementara disudut
lain saya lihat Lesthia yang tampil chick dengan kebaya coklatnya, dibalut dengan kain batik berwarna coklat brondong di bagian bawah, dan sepatu kets benar benar memberi
kesan berbeda akan kartini masa kini. Kemudian saya lihat Maretta,
housemate saya lainnya yang baru bergabung di malam kedua, tampil dengan dandanan
yang meriah khas peserta festival bergengsi. Mungkin latar belakangnya yang
seorang penari membiasakannya tampil dengan kostum kostum yang menawan. Hihihi
benar benar sebuah pemandangan pagi yang tidak boleh dilewatkan oleh laki laki
manapun diseluruh dunia. Sementara saya, masih bercelana pendek lengkap dengan
si sarung terkece di dunia saya yang saya lilitkan di bagian pinggang. Hehe. Life
is indeed kind of weird.
Di festival ini
seluruh peserta memang diharuskan membawa busana daerah dan mempersiapkan sebuah pertunjukkan dari daerah mereka masing masing. Untunglah saya berasal
dari keluarga Padang, dimana pakaian adat untuk laki laki tidak sulit, bahkan cenderung
sederhana. Saat itu saya hanya menggunakan baju koko lengan pendek modern lengkap dengan
celana panjang (jangan sampe yang ini ga kepake bisa berabe urusannya) dan kain
sarung khas keseharian laki-laki Padang. Sebagai asesoris saya tambahkan topi
ala Malin
kundang yang saya buat darurat dari dry bag..Taramm now I do look like
ordinary Padang Men. Setelah berkumpul didepan MTS Ataqwa kemudian kami memulai
pawai memutari daerah sekitar alun alaun dan pasar Bondowoso. We’re so
excited, warga setempat yang tak jarang tersenyum melihat tingkah konyol kami di jalanan, seolah memberikan semangat baru bagi kami, karena paling tidak kami telah berhasil
memberikan
tontonan yang menghibur. Apalagi dengan tingkah sok akrabnya seorang peserta
asal Pakistan yang melulu menjulurkan tangannya untuk disalami dan kemudian
membiarkan tangannya dicium oleh
bocah bocah Bondowoso. Hahaha Amir gelo. Setelah lelah berparade,
panitia telah mempersiapkan sebuah tempat untuk beristirahat
sambil menikmati satu demi satu hiburan yang telah dipersiapkan. Menarik memang, sebab disinilah saya jadi tahu bahwa di Bondowoso pun
ternyata ada kesenian singa wulung yang mirip dengan kesenian barongsai dari negeri China.
Bedanya di sini barongsainya lebih heboh, manjat manjat tianglah, lompat lombat lingkaran apilah. Wah
pokoknya si singa disini benar benar “sesuatuk” sekali.
Tepat pukul 12
tengah hari, kami semua bergegas untuk berganti pakaian heboh kami untuk segera
meluncur ke kawasan perkebunan kopi di daerah jampit. Lokasinya yang terletak
tepat di kaki gunung Ijen memberikan udara dingin dan segar yang tak pernah
saya rasakan selama ini di kota saya. Sesampainya di perkebunan kopi, kami lalu
dibawa untuk berkeliling mengunjungi pusat pengolahan biji kopi dan peternakan
Luwak yang letaknya masih didalam komplek perkebunan kopi tersebut, dan tepat
tengah malam kami semua berangkat menuju kawah Ijen. Yihaaaaa….time to hike baby.
Langit diluar
masih kelam, hanya tampak titik titik bintang di kejauhan, udara dingin pun menusuk seluruh
tubuh saya. Walau telah saya coba selimuti dengan berlapis lapis pakaian namun
tetap tidak berhasil mencegah kehadiran dingin malam itu. Ditengah kantuk dan
rasa malas beranjak dari tempat tidur, seluruh peserta dibawa menuju
paltuding. Paltuding adalah titik awal penanjakan di kaki gunung Ijen, setelah
menunggu beberapa saat kemudian seluruh rombongan diberangkatakan. Beratnya
medan dan stamina peserta yang berbeda satu sama lain berhasil memecah
kekompakan group diawal keberangkatan. Mereka yang berstamina prima seperti
saya tentunya berhasil mendaki lebih cepat (duileee aseek). Ini memang bukan
kali pertamanya saya mendaki si gagah Ijen, namun ini kali pertamanya saya
mendakinya ditengah gelap dan dinginnya malam. Keberangkatan kami yang tengah malam
ini bertujuan untuk dapat melihat api biru yang konon hanya ada saat
tengah malam menjelang dini hari. Sesampainya di puncak gunung Ijen saya
berhasil berjumpa dengan si cantik api biru tersebut. Walaupun tak
berhasil menyapa lebih intim sebab saya hanya berhasil memandangnya di kejauhan. meski demikian tetap tidak mengurangi seksinya si api biru yang sudah lama saya impikan. Ijen
memang luar biasa indah. Semua keindahan yang pernah saya lihat sebelumnya
kembali terejawantahkan dalam bentuk yang berbeda. Sungguh luar biasa ciptaan
mu ya Allah. Tidak lain hanya kekaguman akan besarnya kuasa Mu yang Kau
pertontonkan malam ini.Terima kasih ya Tuhan semua ini begitu indah.
Di puncak gunung
Ijen saya bertemu sahabat sahabat sesama petualang dari Jember yang sedang
berkemah disana. Dengan sedikit tidak sadar akan ukuran tubuh, saya berhasil
menghalau dingin dan masuk kedalam tenda mereka yang sudah penuh sesak. Thanks to yo
guys u are “Bebatuan”. Setelah berhasil menaklukan Gunung Ijen kemudian kami
pun bergegas turun untuk meneruskan petualangan lainnya. Kali ini perahu demi
perahu rafting telah menunggu kami di sungai Bondowoso. Sungai yang lebar dan
konon dalamnya hingga 7 meter ini siap memacu adrenalin kami. Saya dan beberapa
rekan lainnya benar benar mengalami sebuah petualangan yang seru. Dimulai
dengan keseruan rekan seperahu hingga pemandangan disekeliling kami yang luar
biasa menawan, benar-benar menyempurnakan pengalaman melintasi riak demi riak
jeram di sungai ini. Seolah belum cukup sampai disana adrenalin kami pun
ditantang untuk melintasi terjalnya medan penjemputan. Seluruh peserta diangkut dengan truck, terpaksa sesekali kami harus turun disebabkan medan jalan yang sanagat
berat. Truck kami yang besar ternyata tak mampu beranjak naik. Ditambah lagi sesekali harus waspada akan ranting ranting pohon di kiri
dan kanan yang genit menjamah. Oucchhh…mind your head guys…..
Rafting rupanya
merupakan kegiatan terakhir dari keseluruhan rangkaian International Ijen
Festival, ditengah keletihan yang menderu, kami harus
disodorkan dengan perpisahan. Kebersamaan selama tiga hari nampaknya melahirkan
pertemanan pertemanan baru nan tulus diantara para peserta. Berbagai gelak tawa
dan keseruan yang kami semua alami berhasil menutupi friksi friksi kecil selama
pelaksanaan. It was a tremendous experience, meeting new friends, learning new
cultures from all over the world are the most exciting thing from this festival. See u
again on the next Ijen Festival guys..
hmm berasa lagi di Venice Italy ya suasananya :p xixixixi
BalasHapushahaha bisa aja mba ini...selepet aja terus.
Hapus