Rabu, 20 Juni 2012

Bertindaklah seolah kita ini bersaudara

Okay, sudah berulang kali terjadi upaya klaim budaya yang dilakukan negeri sebelah dan kali ini tari Tor Tor dan Godang Sembilan yang mendapatkan gilirannya. Dua item budaya warisan masyarakat Mandailing di Sumatra Utara ini, kini sedang gencar menjadi bahan perbincangan. Modus kali ini dengan mengatakan masyarakat Mandailing di negeri jiran tersebut menginginkan tari Tor Tor dan Godang Sembilan dicantumkan pada daftar warisan budaya yang setara dengan tradisi lainnya, hanya sekadar upaya mendaftarkan tanpa bermaksud mengklaim. Hmm pandai sekali pak cik itu bicara, menghaluskan penggunaan bahasa. eufimisme yang naif. Sayangnya mereka tidak sadar bahwa nenek moyang mereka sebagian besar adalah masyarakat melayu Indonesia, jadi kalau mereka sekarang “pandai” tak lain karena nenek moyang mereka telah lebih dahulu pandai dan mengajarkannya.



tari Tor Tor diupayakan “didaftarkan dalam situs warisan budaya mereka. Upaya pendaftaran yang mereka lakukan ini adalah agar kemudian pemerintah negeri jiran mengeluarkan anggaran untuk memelihara kelestarian kedua item budaya tersebut”. Disini menariknya, setelah dana dikeluarkan, kemudian apa? layaknya tarian pendet yang kemudian mereka perkenalkan dalam kampanye pariwisata, tari Tor Tor pun akan menjadi sajian pariwisata di negeri ipin dan upin ini. Lantas semua ini untuk apa?  tentu saja guna mencitrakan Malaysia sebagai tempat dimana tari Tor Tor dan Godang Sembilan itu berasal.  

Kembali ke factor sejarah, disebutkan bahwa 60-70 persen masyarakat Malaysia bernenek moyangkan orang Indonesia yang dahulu datang ke negeri jiran tersebut atas berbagai alasan. Menyadari fakta ini seharusnya kedua negara ini hidup dalam kerukunan. Saling menjaga keharmonisan perasaan satu sama lain. Bagi saya, hal yang pantas dilakukan pemerintah Malaysia dalam rangka mengaspirasikan keinginan warganya adalah dengan menampung segala keinginan tersebut, namun tetap melakukan upaya hubungan internasional yang santun dengan Indonesia, paling tidak ajaklah nenek moyang mereka selaku pemilik asli budaya tersebut bicara, sebab mereka tentunya sadar bahwa apa yang mereka lakukan sekarang akan sontak mendapatkan reaksi yang beragam dari masyarakat Indonesia, Bertindaklah layaknya kita ini bersaudara.



Pertanyaan berikutnya adalah apakah budaya Malaysia yang merupakan serapan budaya Indonesia saja yang mengalami perlakuan semacam ini. Apakah kemudian mereka mengakui Barongsay sebagai tradisi budaya mereka juga, karena mereka memiliki banyak warga negara yang merupakan keturunan China, lantas apakah tradisi masyarakat India juga mengalami Klaim budaya sebab mereka pun memiliki banyak sekali warga negara keturunan India. Sepertinya saya tidakpernah mendengar hal itu terjadi. Entah karena mereka tidak ingin atau bahkan tidak acuh, sebab beberapa teman non bumiputera yang tinggal di Malaysia kerap mengeluh akan perbedaan perlakuan terhadap mereka. Mulai dari akses pekerjaan hingga edukasi. Bahkan seorang warga negara Malaysia keturunan India yang saya temui saat seperjalanan menuju Bali sempat mengutarakan bahwa ia terpaksa menguliahkan putrinya di Bali karena  akses pendidikan berkualitas di Malaysia sulit di tembus bagi warga keturunan (non Bumiputera).

Saya mencintai semua umat manusia. Mungkin terdengar klise, bagi saya keragaman adalah anugerah. Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Berbudaya  tentunya juga berarti memiliki perilaku yang sesuai dengan akar kekerabatannya. Sebagai bagian dari masyarakat Melayu,  saling santun menghormati satu sama lain adalah bagian dari budaya itu sendiri, maka marilah kita bertindak seolah kita memang BENAR bersaudara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar