Senin, 18 Juni 2012


Traveler don't give up, ber-ojek ke Bedugul, (taken from AFOI)

Sore itu tak tampak lagi bus umum yang biasa mangkal di terminal bus Gilimanuk. Mungkin sudah terlalu malam saya merapat di pelabuhan. Ya, saat ini saya memang sedang berada di Bali dan tujuan kunjungan saya kali ini adalah untuk merasakan sisi yang berbeda dari pulau dewata. saya ingin “ngadem” di Bedugul, saya sedang tidak ingin berpanas-panas di pinggir pantai, tidak pula hendak mencari keriuhan kehidupan kota besar. Perkenalan pertama saya dengan Bali dimulai sejak awal kali saya tinggal di sebuah kota, di ujung  Jawa Timur sekitar delapan tahun yang lalu. Lokasinya yang relatif mudah terjangkau dari tempat saya tinggal dan keindahan alam yang begitu luar biasa adalah dua alasan utama kenapa saya selalu kembali ke Bali.


Saya tak boleh kalah dengan keadaan bukan traveler namanya bila menyerah pada keadaan, justru saat saat seperti inilah yang membuat saya selalu menyukai traveling. Seraya berisitirahat sejenak di sebuah warung kopi, saya pun bertanya pada seorang ibu pemilik warung kopi sederhana di seberang terminal bus. Saya bertanya tentang kemungkinan meneruskan perjalanan menuju kota Singaraja, yang merupakan kota transit terdekat sebelum menuju ke Bedugul. Si ibu yang berasal dari Banyuwangi ini pun menjawab sesuai dugaan saya, “ tidak ada mas jam segini bus sudah tidak ada lagi.. tunggu saja besok”.  Meski sedikit lemas mendengar jawaban si ibu, tapi saya masih menyimpan harap.


“ Pakai ojek saya saja mas, 100 ribu saja, kebetulan saya juga mau pulang ke Singaraja”. Lamat-lamat saya mendengar nada berat dari seorang laiki-laki berbadan kurus berusia setengah baya yang duduk disebelah saya. Raut wajahnya yang keras sempat membuat saya menduga kalau ia seorang tukang kuli panggul di pelabuhan, rupanya laki laki ini adalah seorang tukang ojek. Wah idenya boleh juga nih, tapi apa ga terlalu mahal ya? Pikir saya, tapi daripada harus menginap, tentu akan keluar uang lebih banyak dan saya pastinya akan terlambat, pikir saya kembali.


Singkat cerita, saya pun kemudian menyetujui tawaran si abang ojek. Setelah gelas kopi kami berdua kosong dan hisapan rokok terakhir, akhirnya melajulah kami ke Singaraja. Ongkos yang kami sepakati adalah 80 ribu rupiah, untuk satu jam lebih perjalanan, saya rasa tarif ini adalah tarif yang wajar. Setengah jam pertama, perjalanan menggunakan ojek terasa begitu menyenangkan, walau tidak banyak pemandangan yang bisa saya lihat disebabkan awan gelap yang  terlalu congkak menunjukkan kehadirannya, namun hempasan angin sore yang merasuk keseluruh tubuh, seolah mengabulkan apa yang saya inginkan dari perjalananan ini. 

Tak lama kemudian saya melihat si abang ojek terlihat gelisah, berulang kali ia membenahi posisi duduknya. Hal ini sangat mengganggu konsentrasi mengendara. Lambat laun, beliau bercerita bahwa beliau sudah hampir 3 tahun menderita wasir yang cukup parah sehingga tidak bisa duduk terlalu lama. Oh may God, kasihan sekali. Si abang pun menawarkan untuk beristirahat sejenak, saya kembali terpikir akan betapa terlambatnya saya bila harus menerima tawaran beristirahat ini. Saya harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Ya, memang bagi saya yang pegawai kantoran, akhir pekan adalah kesempatan emas untuk memulai traveling dan harus dimanfaatkan sebaik baiknya. sekali lagi, situasi- situasi seperti inilah yang membuat saya makin menyukai traveling,  situasi dimana saya harus benar -benar mengatasi segala rintangan, berhitung segala kemungkinan dan mencari jalan keluarnya. Sontak sebuah ide gila pun terbersit  dan terucap, “biar saya saja yang menyetir motor nya pak, tak lama kemudian posisi pun berubah, dan  saya pun sudah berada di depan.

Saya laju motor tua berwarna merah gelap ini dengan segenap perasaan kagum atas betapa luar biasanya pengalaman yang timbul ketika kita berani membuka diri atas segala kemungkinan. Bagi saya cerita unik semacam inilah yang tidak akan pernah saya lupakan. Sungguh spontanitas yang menyenangkan. Senyum penuh kepuasan tersimpul dengan jelas, perjalanan menuju danau Bedugul yang dingin dan romantis pun kembali kami lanjutkan.Horaaaay...Bedugul wait for me.



2 komentar:

  1. Hen... OMG, switching drive? Owesome. Gue pribadi suka banget sama Bedugul, bener-bener nyaman, tenang dan bisa ngadem sepuasnya dari pagi sampe sore. Rasa nyaman itu bisa merasuk sampai jiwa #lebai. Tapi itu pengalaman gue dan itu juga yang membuat gue akan kembali ke Bedugul, menikmati semilir angin dari danau, senyapnya suasana etc. Eva

    BalasHapus
  2. iya, emang, adem banget, makanya selalu bela2in kesini. feels like heaven on earth...tuh kan jadi kangen bedugul..hiks hiks

    BalasHapus