Selasa, 19 Juni 2012


Menghempas batas, menghadirkan kebersamaan.

Keceriaan tak terhingga, melampui batas batas negara, menghempas segala keraguan menyatu dalam kompleksitas dan keragaman perbedaan. Menyisakan persahabatan, gelak tawa dan kenangan manis yang berkonspirasi membentuk kehangatan kebersamaan yang akan  selalu abadi tersimpan di relung jiwa. Ijen festival 2012 I’m here for you.


Bermula saat seorang kawan menyebarkan informasi tentang sebuah event internasional yang akan digelar di kota tetangga, saya kemudian mencari informasi lebih lanjut tentang acara tersebut.
“Okay…jadi judulnya adalah International Ijen Festival sounds good to me”. Kemudian saya kembali membaca konsep acara yang akan mereka gelar. “Language and Culture exchanges. Hmmm ah ini paling hanya sekedar Judul, sedikit skpetis lalu kembali mata ini menyusuri satu demi satu pemberitahuan tersebut. Peserta akan diinapkan di rumah warga setempat untuk saling berinteraksi, bertukar budaya dan bahasa woow keren neh, sontak saya kembali bergairah meskipun saat ini saya tinggal di kota yang kurang lebih memiliki kultur dan bahasa yang sama dengan masyarakat di Bondowoso, tapi selalu menyenangkan mendapatkan pengalaman baru.  Kami akan memilih 50 Peserta yang terdiri dari berbagai negara…apa? ada audisi neh ceritanya? haduh apalah daya jual saya ini ya Tuhan, saya pun kembali tak bersemangat. Mungkinkah saya terpilih, saya kan hanya sekedar petualang  tampan yang mulai menua..tentunya lebih banyak calon peserta diluar sana yang memiliki pengalaman lebih luas dari saya, dan mereka pastinya lebih menyenangkan. Tapi a men got to do what a men got to do right? kemudian saya kirimkan aplikasi saya.



Selang beberapa waktu saya melihat ada nama saya di deretan nama peserta yang lolos. Hmm mungkin itu Hendri yang lain (thanks to my parents yang tidak membubuhkan nama panjang dibelakang nama saya, emak bapak, u rocks). Masih ditengah keragu-raguan, saya tidak terlalu excited, sampai kemudian ada email konfirmasi ke surel saya. Cihuyyyyyyyy…Ijen I’m coming baby…wait for mePenantian yang cukup lama mulai dari pengumuman hingga ke pelaksanaan festival membuat saya hidup ditengah keresahan, resah bin galau, bukan hanya karena harus bertemu dengan peserta lain yang tidak lebih kece dari saya tetapi juga resah karena isu mutasi. Ya pekerjaan saya menunutut saya harus pasrah dimutasi kemana saja di seluruh Indonesia, so either you in or you out (halah kenapa jadi curhat). Back to the festive, lantas apa relevansinya mutasi kerjaan sama Ijen festival, hmm ada, bagaimana coba kalau saat pelaksanaan ternyata saya dimutasi ke luar kota, itu artinya saya harus menyesuaikan itinerary keberangkatan dan kedatangan saya setelah dan sebelum pelaksanaan. Tapi sekali lagi Tuhan memang selalu bersama hamba Nya yang tampan, semua terjadi begitu mulus. Okay now I’m soooo ready for the fiesta bring it on…


Malam kedatangan di Bondowoso, saya disambut oleh beberapa panitia di MTS Attaqwa Bondowoso. Mereka kemudian mengantarkan saya ke rumah Host saya. Thanks to mas mas panitia yang sigap. (Kalian semua bebatuan alias u guys are rocks). Penyambutan yang hangat dari keluarga mama Dycko membuat saya merasa semakin nyaman bahkan merasa seperti berada ditengah keluarga sendiri. Secangkir teh panas yang beliau siapkan menemani perbincangan saya malam itu bersama rekan rekan house-mates lainnya. Adalah Lesthia dari Jakarta dan Mary dari Italy yang saat itu menemani saya sepanjang malam, kami berbincang dan bertukar pikiran dengan liarnya. Pemikiran demi pemikiran terbidani dengan liarnya di tengah malam untuk kemudian menghantarkan kami segera menutup malam  yang semakin larut .



Mentari mulai semakin congkak menampakkan batang hidungnya. Udara dingin yang semula menyelimuti kota Bondowoso pun perlahan beranjak menjauh. Suara adzan subuh lantang terdengar. Kasak-kusuk penghuni rumah pun mulai terdengar, ternyata diluar sana mama Dyco sudah bersiap untuk berjumpa dengan yang maha tunggal. Keluarga Dyco memang keluarga yang religious, saya sedikit malu sebab saat mereka bergegas menunaikan shallat subuh, saya baru saja terjaga dan masih mengumpulkan “benak saya yang sempat berlarian kesana kemari terbawa mimpi mimpi saya. Okay kini saatnya saya menunaikan shallat subuh. Wah enaknya lokasi rumah mama Dyco adalah terletak persis di depan mushalla. Astaqhfirullah ternyata saya lupa memakai sarung terpaksalah saya kembali kerumah dan menjemput sarung terkece di dunia itu.Setelah menunaikan shallat subuh saya sempatkan sejenak berlari-lari kecil mengelilingi komplek perumahan. Segarnya udara di Bondowoso. Satu dua, satu dua,  satu dua, bisik saya seraya mengerakkan seluruh badan saya. What a refresing morning. 


Semua tampaknya telah terjaga, saya melihat Mary dan Lesthia yang telah siap untuk mengawali hari ini. mereka berdua berdandan cantik sekali, seolah memadukan segala keindahan wanita Asia dan Eropa. Lesthia yang menawan dengan batiknya dan Mary yang semakin terlihat memukau dengan gaun  berpotongan simple tapi elegan. Ya, hari ini kami para peserta akan menghadiri upacara pembukaan International Ijen Festival yang diselenggarakan di Pendopo Kabupaten Bondowoso. Upacara yang meriah sekali dan dibuka langsung oleh Bapak Bupati Bondowoso. Acara seremonial tersebut diakhiri dengan makan siang bersama Bapak Bupati. (Bapak Bupati…I think you are bebatuan aka rocks). Acara kemudian dilanjut dengan mengunjungi beberapa workshop dan pusat kerajinan di kota tape tersebut, kemudian seluruh peserta dibagi berdasarkan nativenya masing masing untuk kemudian melakukan perekaman suara disebuah stasiun radio. Konon rekaman suara inilah yang akan mengiringi kami sepanjang parade budaya yang akan diselenggarakan keesokan harinya.


Perekaman suara selesai, kami pun kembali ke rumah host masing masing untuk sejenak bertukar pakaian sebab setelah ini sebuah games telah menunggu kami. Games yang rupanya lebih seperti kesempatan berinteraksi antara sesama peserta ini memang memberi kesempatan untuk para peserta saling berkenalan. Selain itu, di games ini juga kami kemudian berbagi pengalaman dengan adik adik siswa MTS Attaqwa. Senang sekali melihat wajah wajah antusias calon pemimpin bangsa. Setelah letih seharian beraktifitas, nampaknya ibu kos tengah mempersiapkan satu kejutan lagi. Mama Dyco saat itu ternyata tengah berulang tahun dan mendapatkan hadiah berupa pesta kecil  dari sang suami. Kami pun kemudian berpesta sejenak. Menu malam itu antara lain kue ulang tahun yang bertenggerkan angka 54 diatasnya dan senampan besar nasi tumpeng. Yihaaa perfect, terus terang saat itu saya memang sedang lapar sekali. (Hehehe jangan bilang bilang ya). Seperti malam pertama kemarin saya terjaga dan kemudian bergegas mengambil wudhu untuk menunaikan kewajiban shallat subuh saya. Berjoging pagi selalu menjadi ritual pagi saya dimanapun saya berada, ya maklumlah saya kan makannya banyak, jadi olahraga juga perlu, ya ga mamy Magdalena a.k.a mamy MG?.


Selepas berolah raga pagi, saya melihat kembali perpaduan kecantikan Asia dan Eropa, saya lihat Mary yang tampak seperti dewi Italy yang bersinar dengan balutan gaun putihnya. Sedikit warna merah di bagian pinggang manis sekali dipadankan dengan bandana hijau, membuat Mary terlihat seperti Miss Italy Universe yang nyasar di Bondowso. Sementara disudut lain saya lihat Lesthia yang tampil chick dengan kebaya coklatnya, dibalut dengan kain batik berwarna coklat brondong di bagian bawah, dan sepatu kets benar benar memberi kesan berbeda akan kartini masa kini. Kemudian saya lihat Maretta, housemate saya lainnya yang baru bergabung di malam kedua, tampil dengan dandanan yang meriah khas peserta festival bergengsi. Mungkin latar belakangnya yang seorang penari membiasakannya tampil dengan kostum kostum yang menawan. Hihihi benar benar sebuah pemandangan pagi yang tidak boleh dilewatkan oleh laki laki manapun diseluruh dunia. Sementara saya, masih bercelana pendek lengkap dengan si sarung terkece di dunia saya yang saya lilitkan di bagian pinggang. Hehe. Life is indeed kind of weird.



Di festival ini seluruh peserta memang diharuskan membawa busana daerah dan mempersiapkan sebuah pertunjukkan dari daerah mereka masing masing. Untunglah saya berasal dari keluarga Padang, dimana pakaian adat untuk laki laki tidak sulit, bahkan cenderung sederhana. Saat itu saya hanya menggunakan baju koko lengan pendek modern lengkap dengan celana panjang (jangan sampe yang ini ga kepake bisa berabe urusannya) dan kain sarung khas keseharian laki-laki Padang. Sebagai asesoris saya tambahkan topi ala Malin kundang yang saya buat darurat dari dry bag..Taramm now I do look like ordinary Padang Men. Setelah berkumpul didepan MTS Ataqwa kemudian kami memulai pawai  memutari daerah sekitar alun alaun dan pasar Bondowoso. We’re so excited, warga setempat yang tak jarang tersenyum melihat tingkah konyol kami di jalanan, seolah memberikan semangat baru bagi kami, karena paling tidak kami telah berhasil memberikan tontonan yang menghibur. Apalagi dengan tingkah sok akrabnya seorang peserta asal Pakistan yang melulu menjulurkan tangannya untuk disalami dan kemudian membiarkan tangannya dicium oleh bocah bocah Bondowoso. Hahaha Amir gelo. Setelah lelah berparade, panitia telah mempersiapkan sebuah tempat untuk beristirahat sambil menikmati satu demi satu hiburan yang telah dipersiapkan. Menarik memang, sebab disinilah saya jadi tahu bahwa di Bondowoso pun ternyata ada kesenian singa wulung yang mirip dengan kesenian barongsai dari negeri China. Bedanya di sini barongsainya lebih heboh, manjat manjat tianglah, lompat lombat lingkaran apilah. Wah pokoknya si singa disini benar benar “sesuatuk” sekali.



Tepat pukul 12 tengah hari, kami semua bergegas untuk berganti pakaian heboh kami untuk segera meluncur ke kawasan perkebunan kopi di daerah jampit. Lokasinya yang terletak tepat di kaki gunung Ijen memberikan udara dingin dan segar yang tak pernah saya rasakan selama ini di kota saya. Sesampainya di perkebunan kopi, kami lalu dibawa untuk berkeliling mengunjungi pusat pengolahan biji kopi dan peternakan Luwak yang letaknya masih didalam komplek perkebunan kopi tersebut, dan tepat tengah malam kami semua berangkat menuju kawah Ijen. Yihaaaaa….time to hike baby.


Langit diluar masih kelam, hanya tampak titik titik bintang di kejauhan, udara dingin pun menusuk seluruh tubuh saya. Walau telah saya coba selimuti dengan berlapis lapis pakaian namun tetap tidak berhasil mencegah kehadiran dingin malam itu. Ditengah kantuk dan rasa malas beranjak dari tempat tidur, seluruh peserta dibawa menuju paltuding. Paltuding adalah titik awal penanjakan di kaki gunung Ijen, setelah menunggu beberapa saat kemudian seluruh rombongan diberangkatakan. Beratnya medan dan stamina peserta yang berbeda satu sama lain berhasil memecah kekompakan group diawal keberangkatan. Mereka yang berstamina prima seperti saya tentunya berhasil mendaki lebih cepat (duileee aseek). Ini memang bukan kali pertamanya saya mendaki si gagah Ijen, namun ini kali pertamanya saya mendakinya ditengah gelap dan dinginnya malam. Keberangkatan kami yang tengah malam ini bertujuan untuk dapat melihat api biru yang konon hanya ada saat tengah malam menjelang dini hari. Sesampainya di puncak gunung Ijen saya berhasil berjumpa dengan si cantik api biru tersebut. Walaupun tak berhasil menyapa lebih intim sebab saya hanya berhasil memandangnya di kejauhan. meski demikian tetap tidak mengurangi seksinya si api biru yang sudah lama saya impikan. Ijen memang luar biasa indah. Semua keindahan yang pernah saya lihat sebelumnya kembali terejawantahkan dalam bentuk yang berbeda. Sungguh luar biasa ciptaan mu ya Allah. Tidak lain hanya kekaguman akan besarnya kuasa Mu yang Kau pertontonkan malam ini.Terima kasih ya Tuhan semua ini begitu indah.


Di puncak gunung Ijen saya bertemu sahabat sahabat sesama petualang dari Jember yang sedang berkemah disana. Dengan sedikit tidak sadar akan ukuran tubuh, saya berhasil menghalau dingin dan masuk kedalam tenda mereka yang sudah penuh sesak. Thanks to yo guys u are “Bebatuan”. Setelah berhasil menaklukan Gunung Ijen kemudian kami pun bergegas turun untuk meneruskan petualangan lainnya. Kali ini perahu demi perahu rafting telah menunggu kami di sungai Bondowoso. Sungai yang lebar dan konon dalamnya hingga 7 meter ini siap memacu adrenalin kami. Saya dan beberapa rekan lainnya benar benar mengalami sebuah petualangan yang seru. Dimulai dengan keseruan rekan seperahu hingga pemandangan disekeliling kami yang luar biasa menawan, benar-benar menyempurnakan pengalaman melintasi riak demi riak jeram di sungai ini. Seolah belum cukup sampai disana adrenalin kami pun ditantang untuk melintasi terjalnya medan penjemputan. Seluruh peserta diangkut dengan truck, terpaksa sesekali kami harus turun disebabkan medan jalan yang sanagat berat. Truck kami yang besar ternyata tak mampu beranjak naik. Ditambah lagi sesekali harus waspada akan ranting ranting pohon di kiri dan kanan yang genit menjamah. Oucchhh…mind your head guys…..


Rafting rupanya merupakan kegiatan terakhir dari keseluruhan rangkaian International Ijen Festival, ditengah keletihan yang menderu, kami harus disodorkan dengan perpisahan. Kebersamaan selama tiga hari nampaknya melahirkan pertemanan pertemanan baru nan tulus diantara para peserta. Berbagai gelak tawa dan keseruan yang kami semua alami berhasil menutupi friksi friksi kecil selama pelaksanaan. It was a tremendous experience, meeting new friends, learning new cultures from all over the world are the most exciting thing from this festival. See u again on the next Ijen Festival guys..


2 komentar:

  1. hmm berasa lagi di Venice Italy ya suasananya :p xixixixi

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha bisa aja mba ini...selepet aja terus.

      Hapus