Senin, 18 Juni 2012


Mengunduh Jember Dalam Hati (taken from AFOI)


Tahun 2004 adalah tahun pertama kali saya menginjakkan kaki di Kota Jember. Sebuah kota kecil di Jawa Timur. Alasan pekerjaanlah yang membawa saya ke kota asal musisi Anang Hermansyah ini. Sebagai anak ibu kota, yang lahir dan besar di kota besar yang ramai dan sibuk, saya merasakan kejenuhan yang begitu cepat dengan kota ini. Ritme hidup yang santai dan masyarakatnya yang begitu komunal sehingga tidak lagi menyisakan ruang privasi adalah dua hal yang sangat kental terasa sekaligus yang membedakan Jember dengan Jakarta. Kejenuhan itu membawa saya pada upaya-upaya memecah kebekuan kreatifitas, sempat sejenak menjajal siaran sebagai announcer di salah satu radio swasta terbaik, namun tak bertahan lama akibat satu dan lain hal. Sempat pula menjajal menjadi guru les bahasa Inggris membuat saya kenal beberapa gelintir anak muda Jember yang kreatif  dan memiliki mimpi-mimpi  yang sama, sambil tak jarang berkhayal, andaikan Jember bisa menjadi lebih maju, dan masyarakatnya bisa lebih “membuka diri” .


Tahun demi tahun berganti, tak terasa saya pun sudah delapan tahun meninggalkan kota suwar-suwir ini. Masih dikarenakan alasan pekerjaan, saya berpindah dari satu kota ke kota lain. Fisik saya memang sudah tidak lagi berada di Jember, tetapi hati saya tak pernah jauh, tak pernah benar- benar meninggalkan kota ini, sesungguhnya saya  tetap “mengunduh“ Jember dengan sangat baik dalam hati. Saya masih ingat sekali rutinitas di hari minggu, berolahraga pagi di alun-alun kota bersama beberapa sahabat, kemudian singgah di sebuah pasar untuk menikmati sebungkus nasi jagung. Saya pun masih ingat sekali betapa, rumah makan fast food berlogo orang tua berjanggut putih itu sepertinya hanyalah satu satunya tempat makan “modern” saat itu, itupun masih berbentuk mobil van.


Lambat laun Jember mulai berbenah, satu demi satu restaurant fast food franchise  hadir memuaskan hasrat kuliner. Hotel hotel elegan bertaburan diseluruh penjuru kota,kubik kubik karaoke ramai hadir,  bahkan terakhir saya dengar merk karaoke dari seorang pedangdut kondang ibukota pun sudah ikut meramaikan industri nyanyi nyanyi sendiri ini. kafe-kafe dan klub malam pun tak ayal menjadi pilihan melepas kepenatan warga Jember di malam hari.


Jember Fashion Carnaval seolah menjadi nafas dari kebangkitan pariwisata di Jember, beberapa orang sahabat pun kini mulai giat mempromosikan Pulau Nusa Barong sebagai alternatif  wisata bahari selain pantai Tanjung Papuma yang sudah lebih dahulu populer. Selain itu, beberapa waktu lalu saya sempat ikut tur mengunjungi sebuah pusat penelitian kopi dan kakao di Jember. Sungguh kemajuan yang dahulu hanya menjadi impian dan sekarang menjadi kenyataan.


Semoga Jember dapat semakin mengukuhkan diri menjadi alternatif destinasi wisata di Jawa Timur. Let’s make the dreams come true

Tidak ada komentar:

Posting Komentar