Senin, 18 Juni 2012


Sepenggal "Lisbon" di Yogyakarta (taken from AFOI)

Lamat-lamat terdengar ramai suara pengunjung di kejauhan. Tanpa ragu sedikit pun saya langkahkan kaki saya ke sebuah bangunan besar yang didominasi oleh warna merah bata. Di banyak sudut bangunan ini, dengan mudah kita bisa temukan pola-pola lengkung kubus, khas sekali bangunan bangunan di kota Lisbon. Bila dilihat dari depan, sekilas bangunan ini mirip mahkota yang biasa digunakan oleh putri-putri raja di eropa. Tapi apakah saat ini saya sedang berada di Portugal? Tentu saja tidak, saat ini saya sedang berada di Istana Taman Sari, di Daerah Istimewa Yogyakarta.



Taman Sari adalah sebuah puri pemandian raja yang dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono ke- I sekitar tahun 1757. Komplek bangunan ini luasnya lebih dari 10 Hektar dan didominasi oleh gaya bangunan Portugis, tentu saja, secara komplek pemandian raja yang pembangunannya selesai pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono ke- III ini memang dibidani oleh seorang  arsitek berkebangsaan Portugis. Konon tidak ada satupun rangka besi yang digunakan dalam pembangunan komplek pemandian ini lho. Wah Terdengar sangat mustahil bukan..? namun itulah yang terjadi.



Bergeser sedikit ke arah barat bangunan, kita akan dibius dengan keindahan arsitektur sebuah komplek masjid di bawah tanah. Menariknya di salah satu sisi masjid ini terdapat sebuah lorong  yang konon juga merupakan akses bagi Sultan Yogyakarta bila hendak bertemu dengan Kanjeng Nyai Ratu Roro Kidul.Ya, ditengah kemajuan pola pikir masyarakat kita saat ini, sepertinya penggalan-penggalan cerita magis pun masih dianggap “sexy” sehingga kerap menghiasi kehidupan sehari-hari.  Dari sekian banyak cerita magis yg berhembus tentang lorong pertemuan ini, sesungguhnya terdapat fungsi yang sebenarnya lebih logis. Lorong yg telah beberapakali mengalami renovasi ini, dahulu kala merupakan tempat persembunyian sekaligus jalur melarikan diri bila terjadi serangan musuh.



Mas..jeneungan ditunggu tukang becaknya di depan, seru seseorang seraya menepuk bahu kiri saya, seketika pula hilanglah segala lamunan saya tentang menjadi seorang  raja yang sedang mandi di kolam pribadi beraksen eksterior portugis. Tak terasa rupanya sudah hampir dua jam saya berada di komplek pemandian Taman Sari. Begitu indah dan memukaunya tempat ini, hingga mampu menghentikan waktu dan melambungkan lamunan saya. Sebuah tempat yang kaya akan nilai sejarah, budaya, humanisme dan tentunya arsitektur.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar